Jumat, 03 September 2010

Sastra Maluku

Pada umumnya setiap bahasa manapun di muka bumi ini terbagi atas bahasa lisan dan bahasa tulisan. Dalam kesusasteraan juga dibagi atas sastera lisan dan sastera tertulis. Di Maluku, sastera tertulis jarang dijumpai. Hal ini dikeranakan bahasa di Maluku tidak mempunyai huruf (aksara) sendiri. Kesusasteraan di Maluku sebenarnya sudah ada sejak zaman pra-Islam, dengan pengertian bahwa masih belum merupakan sastera tertulis melainkan berbentuk sastera lisan. Sastera lisan di Maluku ini biasanya dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi hingga saat ini. Dalam perkembangannya zaman dengan perkembangan agama Islam di daerah ini, maka sastera lisan Maluku kemudian ditulis.

Prosa Lisan Dalam Masyarakat Maluku

Cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti yang kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Berikut cerita rakyat yang ada di masyarakat Maluku.

Mitos

Cerita mitos merupakan kepercayaan kerana ianya dianggap benar-benar berlaku kerana mempunyai hubungan dengan kepercayaan sesuatu. Berukut akan dihuraikan cerita mitos pada masyarakat Maluku iaitu cerita mitos batu badaong. Beratus tahun yang lalu di suatu rumah yang berdindingkan daun rumbia diamlah satu keluarga. Ayahnya seorang nelayan ibunya adalah seorang ibu setia dan sangat bijaksana. Mereka memiliki dua orang anak. Yang bernama Bia Moloku. sedangkan adiknya yang laki-laki bernama Bia Mokara umurnya satu tahun. Pada suatu hari ayah mereka pergi melaut, tak lupa ditinggalkannya makanan dan telur ikan pepayana di rumahnya. Beberapa hari setelah kepergian ayahnya melaut, ibunya pergi ke kebun dan berpesan kepada anaknya, “Hai anak-anakku, jangan kamu makan telur ikan yang ditinggalkan ayahmu ini. Apabila kamu memakannya akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Ketika adiknya Bia Mokara merasa lapar. Dimintanya makanan dan telur ikan. Kakaknya Bia Moloku tak mahu memberikan telur ikan itu kepada adiknya. Adiknya menangis, semakin lama semakin keras sahaja tangisan adiknya. Akhirnya Bia Moloku tak tega melihat adiknya menangis terus-menerus dan telur ikan itu segera diberikan kepada adiknya. Sambil tertawa adiknya memakan telur ikan itu dengan lahapnya. Setelah memakan telur itu sampai habis, beberapa sisa telur ikan itu melekat pada gigi adiknya.

Tak lama kemudian ibunya kembali dari ladang setelah membersihkan badannya, ibunya pun menggendong Bia Mokara dan menyusui Bia Mokara. Sambil menggendong Bia Mokara yang tertawa gembira karena sangat senang berada dalam pelukan ibunya. Namun, dikejutkan dengan terlihatnya sisa telur ikan yang melekat pada gigi Bia Mokara. Suasana sukacita segera berubah menjadi keheningan yang mendalam. Ibunya tertegun sekujur badannya dan marah sekali kepada kedua anaknya. Ia segera melepaskan Bia Mokara dan segera melarikan diri menyusuri pesisir pantai dan mencuburi dirinya kelaut kemudan masuk dalam sebuah batu dan menghilang untuk selama-lamanya.

Legenda

Legenda adalah satu genre dalam kelompok cerita-cerita rakyat. Pengkaji sastera rakyat kontemporari telah menggolongkan legenda sebagai salah satu genre cerita rakyat dalam bentuk tradisi lisan yang wujud dalam mana-mana masyarakat atau budaya. Beberapa definisi telah dikemukakan oleh ahli antropologi budaya tentang pengertian legenda. Mohd Khalid Taib (1991: 261) mendefinisikan legenda sebagaimana berikut: Legenda ialah sebuah pernyataan yang selalunya bercorak cerita, yang berlatarkan masa atau sejarah yang masih boleh diingat oleh masyarakat berkenaan; yang mungkin menghubungkan pengalaman masa lampau dengan yang kekinian. Legenda dipercayai benar oleh penyampainya dan oleh mereka yang menerima penyampaian cerita itu, terutama sekali apabila wujud tanda-tanda di muka bumi yang seolah-olah mensahihkan sesuatu cerita legenda itu.

Nenek Luhu

Pada zaman penjajahan Belanda, ada sebuah desa yang bernama Luhu . Desa itu terletak di Pulau Seram, Maluku. Desa Luhu adalah desa yang kaya dengan hasil cengkeh. Desa yang diperintah oleh Raja Gimelaha Luhu Tuban atau yang lebih dikenal dengan nama Raja Luhu. Sang Raja mempunyai permaisuri bernama Puar Bulan dan seorang putri bernama Ta Ina Luhu yang cantik jelita.

Suatu ketika, kabar tentang kekayaan desa Luhu di Pulau Seram terdengar oleh penjajah Belanda di Ambon. Dengan persenjataan lengkap, Belanda menyerang desa Luhu. Raja Luhu dan pasukannya berusaha untuk mengadakan perlawanan. Namun, Raja Luhu berserta keluarga dan seluruh rakyatnya tewas. Satu-satunya orang yang hanyalah putri raja, Ta Ina Luhu. Namun, ia ditangkap dan dibawa oleh penjajah Belanda ke Ambon untuk dijadikan istri, Ta Ina Luhu menolak untuk dijadikan istri oleh panglima perang Belanda Ta Ina Luhu menolaknya. Akibatnya, ia pun dirogol. Suatu malam, Ta Ina Luhu berhasil menipu tentera Belanda sehingga ia dapat melarikan diri dari kota Ambon. Ia berjalan menuju ke sebuah desa yang bernama Soya. Di desa itu, ia disambut baik oleh Raja Soya.

Setelah beberapa bulan tinggal di dalam istana Soya, Ta Ina Luhu diketahui hamil. Keadaan demikian membuatnya semakin merasa berat tinggal di istana kerana tentu akan semakin merepotkan keluarga Raja Soya. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk meninggalkan istana, ia benar-benar ingin pergi dari istana secara diam-diam. Ia sengaja tidak memberitahukan kepergiannya kepada keluarga Raja Soya. Setelah sampai di halaman belakang istana, ia melihat ada seekor kuda di bawah sebuah pohon, kuda itu adalah milik Raja Soya.

Dengan hati-hati, Ta Ina Luhu naik di atas kuda itu, meskipun suasana malam terasa sangat dingin, Putri Raja Luhu itu terus memacu kuda yang ditungganginya menuju ke puncak gunung. Setibanya di sana, sang putri pun berhenti. Ia sangat takjub melihat pemandangan Teluk Ambon yang sungguh mempesona. Sang putri tiba-tiba terjatuh dari kudanya hingga tak sadarkan diri. Dalam sekejap, ia pun tertidur pulas dan terbangun pada keesokan harinya

Para pengawal istana yang mencarinya di jalan-jalan Kota Soya juga tidak menemukannya. Pada saat pencarian dilakukan, tiba-tiba seorang pengawal datang menghadap kepada Raja Soya. “Ampun, Baginda! Hamba ingin melaporkan sesuatu,” lapor pengawal itu. “Hai, apakah kamu sudah menemukan Putri Ta Ina Luhu? Di mana dia sekarang?” tanya Raja Soya dengan penasaran. “Ampun, Baginda Raja! Hamba hanya ingin melaporkan bahwa kuda milik Baginda yang ditambatkan di belakang istana juga hilang. jelas pengawal itu. Mendengar laporan itu, Raja Soya semakin panik. Ia sangat mencemaskan keadaan Putri Ta Ina Luhu yang sedang mengandung itu. Tak berapa lama kemudian, kedua pejabat istana datang menghadap kepadanya. Segera kumpulkan semua laki-laki yang berumur enam belas tahun hingga empat puluh tahun.

Sementara itu, Ta Ina Luhu masih berada di puncak gunung. Ketika hari menjelang siang, tiba-tiba ia mendengar suara orang yang memanggilnya dari jauh. Ia pun sadar bahwa orang-orang tersebut pastilah para pengawal Raja Soya yang datang mencarinya. Ta Ina Luhu terus memacu kudanya menuruni lereng gunung itu menuju ke pantai Amahusu. Kerana begitu kencangnya, topi yang dikenakannya diterbangkan angin. Menurut cerita, ketika ia ingin berhenti hendak mengambilnya, topi itu tiba-tiba menjelma menjadi sebuah batu. Batu itu kemudian diberi nama Batu Capeu.

Ketika Ta Ina Luhu hendak beranjak dari tempat itu, tiba-tiba ia mendengar suara orang-orang memanggilnya.“Putri…, Putri…, Putri Ta InaLuhu…! Kembalilah. Baginda Raja Soya sedang menunggumu!” Ta Ina Luhu pun segera naik ke atas kudanya hendak melarikan diri. Namun, begitu ia akan memacu kudanya, tiba-tiba rombongan Raja Soya datang menghadangnya. Dalam keadaan terdesak, Ta Ina Luhu segera turun dari kudanya seraya berlutut memohon kepada Tuhan agar rombongan itu tidak membawanya pulang ke istana Soya. Ketika salah seorang pengawal akan menarik tangannya, tiba-tiba Ta Ina Luhu menghilang secara gaib. Rombongan pengawal tersebut pun tersentak kaget. Mereka hanya terperangah menyaksikan peristiwa ajaib itu.

Empat Kapitan

Daerah Nunusaku, dahulukala merupakan pusat kegiatan pulau Seram, penduduk pulau tersebut mula tersebar ke tempat lain yang dipimpin oleh empat orang kapitan. Mereka menyepakati tujuan arah pengembaraannya. Perbekalan dan persiapan disiapkan. Sebagaimana biasa, upacara permohan kepada yang kuasa dan juga dilakaun sebelum perjalanan dimula, mereka mula membuat sebuah rakit (gusepa) untuk menghilir sungai Tala. Pelayaran pun dimula dan sebagai pimpinannya adalah Kapitan Nunusaku, harta milik Kapitan Nunusaku dibawanya semua,

Di belakang kemudi duduk Kapitan Wattimury, di tengah Kapitan Nanlohy. Di belakang Kapitan Talakua. Untuk menjaga harta milik mereka ditunjuk Kapitan Nanlohy. Ketika tiba di tempat yang bernama Batu Pamali, rakit mereka kandas dan hampir terbaik. Ketika rakit hampir berbalik, saat itu Kapitan Wattimena tengah menbuka tempat sirih pinagnya menjadi terjatuh. Kejadian ini sangat mengecewakan kapitan yang langsung terucap menikrarkan sumpah hingga merupakan larangan bagi mata rumah Wattimena Wael.

Perjalanan pun dilanjutkan dan akhirnya mereka tiba di Tala. Di tempat itu mereka membuat suatu perjanjian dengan menanam sebuah batu perjanjian, yang kemudian dinamakan Manuhurui, lalu berubah menjadi Huse. Perjanjian yang mereka ikrarkan ialah walaupun mereka nanti bercerai berai, hubungan persaudaraan yang terbina selama ini haruslah dipertahankan. Selain itu pula, mereka harus saling tolong menolong dalam segala hal, kunjug mengunjungi satu dengan yang lain. Tempat ini kemudian menjadi suatu batu pertanda tempat kenang-kenangan dari keturunan negeri Mahariki, Amahai, Luhu dan Portho.

Setelah proses perjanjian selesai, Kapitan Wattimena dan Kapitan Wattimuri berehat dan tidur. Sementara itu Kapitan Nanlohy dan Kapitan Talakua naik ke atas rakit. Tiba-tiba rakit itu terbawa arus dan hanyut, Kapitan Wattimena dan Kapitan Wattimuri yang terbangun dari tidurnya melihat rakit itu hanyut yang semakin ke tengah laut hanya boleh melambaikan tangannya. Rakit yang membawa Kapitan Nanlohy dan Kapitan Talakua terkatung-katung di Tanjung Tuhal. Mereka tak boleh menbawa rakitnya menepi. Sementara itu, Kapitan Talakua terus hanyut berbawa arus pelayaran yang hanyut itu akhirnya terdampar juga pada suatu teluk di pulau Saparua. Dimana dibangunnya negeri yang diberi nama Portho. Hal itu didengar oleh Kapitan Nanlohy dan ia pun pindah dari Luhu ke Portho untuk hidup bersama mata rumah yang besar. Kapitan Wattimena Wael dan Kapitan Wattimuri yang tetap tinggal di daerah Manuhurui di kampung Sanuhu.

Cerita Binatang

Berikut akan dihuraikan cerita benitang dalam masyarakat Maluku iaitu cerita Si Rusa dan si Kulomang. Si Rusa dan si Kulomang. Rusa di Kepulauan Aru mempunyai kemampuan berlari dengan sangat cepat. Namun, kerana kelebihan itu, mereka menjadi hewan yang sombong dan serakah, mereka mengganggap diri mereka bangsa penguasa pulau. Di sanalah hidup siput laut yang terkenal sebagai hewan yang cerdik dan sabar. Pada suatu hari, rusa menantang siput yang bernama Kulomang untuk bertanding. Selain ingin menguasai keindahan pantai, rusa ingin memuaskan hati dengan menambah koleksi kemenangan.

Rusa membawa rombongannya untuk menyaksikan pertandingan dengan wajah optimis. Tak mau kalah, siput juga membawa sepuluh temannya. Masing-masing dari mereka ditempatkan di setiap pemberhentian yang telah ditentukan. Dia meminta agar kawan-kawannya membalas setiap perkataan rusa. “Sudah siap menerima kekalahan, siput?” tantang rusa dengan sombongnya. “Siapa takut?!” kata siput pendek. Pertandingan pun dimulai. Si rusa lari secepat kilat mendahului siput. Sementara siput berjalan dengan tenang, beberapa jam kemudian, rusa sudah sampai ke pos pemberhentian pertama. Sambil bersandar kelelahan di pohon yang rimbun, rusa bergumam. “Sampai mana? Sampai di belakangmu,” jawab teman siput. Rusa kaget siput sudah berada di dekatnya, ia langsung melonjak dan lari tidak dipedulikannya rasa lelah yang dirasakannya. “Sekarang, tidak mungkin siput mampu mengejarku!” kata rusa disela engahnya. “Mengapa berpikir begitu?” ujar kawan siput yang lain santai, membalas ucapan rusa.

Tanpa berpikir panjang, rusa berlari lagi. 'Tidak ada yang boleh mengalahkanku! Apa kata rusa yang lain kalau aku mempermalukan bangsa sendiri?!” kata rusa pada dirinya sendiri. Rusa terus berlari dan berlari. Tidak lupa di setiap pemberhentian, dia memastikan keberadaan si siput. Tentu saja teman siput siap menjawab segala perkataan rusa. Memasuki pos ke 11, rusa sudah kehabisan napas. Saking lelahnya, rusa jatuh tersungkur dan mati, akhirnya, siput berhasil mengalahkan rusa yang sombong dengan cara memperdayainya.

Cerita Jenaka

Pada suatu saat terdapat seorang yang cerdik iaitu Kasim. Tidak ada henti-hentinya raja selalu memanggil Kasim untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Kasim dengan sebuah senyuman. “Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin.” kata Baginda Raja memulai pembicaraan. “Ampun Tuanku, apa yang boleh hamba lakukan hingga hamba dipanggil. Tanya Kasim. “Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya.” kata raja. tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin.

Raja hanya memberi Kasim masa tidak lebih dari tiga hari. Kasim pulang membawa pekerjaan rumah dari Raja. Namun, Kasim tidak begitu sedih, ia yakin bahawa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi. Tetapi dua hari terlah berlalu Kasim belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Raja. Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Kasim harus menjalani hukuman kerana gagal melaksanakan perintah raja. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, iaitu Aladin dan lampu wasiatnya. “Bukankah jin itu tidak terlihat?” Kasim bertanya kepada diri sendiri. Kemudian ia menuju ke istana. Di pintu gerbang istana Kasim dipersilahkan masuk oleh pengawal kerana Baginda sedang menunggu kehadirannya. Raja pun bertanya. “Sudahkah engkau memenjarakan angin, Sudah Paduka.” jawab Kasim dengan persaan gembira sambil mengeluarkan botol.

Kemudian Kasim menyerahkan botol itu. “Mana angin itu, hai Kasim?” tanya raja. “Di dalam, Tuanku ”jawab Kasim. “Aku tak melihat apa-apa” kata Raja. “Ampun Tuanku, memang angin tak boleh dilihat, tetapi bila ingin tahu angin, tutup botol itu mesti dibuka terlebih dahulu. Setelah tutup botol dibuka raja. mencium bau busuk. bau kentut yang begitu menyengat hidung. “Bau apa ini, hai Kasim?!” tanya raja marah. “Ampun Tuanku, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol, hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol.” kata Kasim ketakutan. Tetapi Raja tidak jadi marah kerana penjelasan Kasim memang masuk akal.

Cerita Lipur Lara

Sepeningalan isterinya, seorang lelaki hidup dengan anaknya iaitu Lesino namanya. Tidak lama setelah itu ayahnya berkahwin dengan seorang perempuan yang beradak satu, kedua anak ini diasuh dengan baik dan tidak dibezakan. Lama kelamaan Lesino merasa terancam, kerana perlakuan ibu tirinya semakin berbeza terhadap dirinya. Dengan mempergunakan berbagai akal busuk, ibu tiri itu berusaha untuk meyakinkani orang lain bahawa anak tirinya itu sangat jahat. Lesino kemudian menjadi sasaran kata makian dan sasaran cubitan dari ibu tirinya. Setiap hari tugas Lesino mesti mengambil air ke sumur dan bertugas untuk memasak.

Setiap balik dari tempat kerja ayahnya selalu bertanya kepada isterinya kemanakah Lesino setiap saya balik tak pernah melihat dia di rumah. Ia kalau telah penuh perutnya, tentu ke tempat tidur, jawab isterinya. Ayah si Lesino tidak tahu kalau Lesino selalu tidur di tempat penyimpanan kayu yang terletak di tepi rumah. Pada suatu malam takalah ayah dan ibunya sedang bercakap-cakap anak itu bangun dari tidurnya dan bergerak ke bawah rumah, ayahnya berada di atas rumah, Lesino melihat dari bawah rumah ayahnya lagi makan. Ayahnya menjatuhkan tulang-tulang ikan sisa makanan tepat di dekat Lesino. Lesino pun memakan tulang itu, langkah senangnya Lesino memakan tulang ikan. Tetapi tulang ikan dimakan Lesino itu tersangkut di kerongkongannya, kerana takut batuk Lesino pun menghindar dari bawah rumah itu. Ia terus menghindar ke hutan dan mencuba batuk sekerasnya agar tulang ikan itu keluar dari tengerokannya. Setelah tulang ikan itu keluar ia merasa tentram dan legah, nikmat yang dirasakan itu ia pun tak sadar bahawa ia berada di tempat itu sudah bertahu-tahun.

Takalah Lesino melihat tulang ikan itu telah berdaun lama-kelamaan daun itu semakin besar ia menyukuri keadaan itu, kerana bertambah tinggi dan besar ia memanjatnya dan duduk di atasnya cukup dengan segala persedian makanan. Tuhan memberinya rezeki berupa benang tenun. Setiap tenunan digantungnya pada pokok itu. Seorang anak raja yang hendak berburu menurut mimpinya dalam mimpinya itu ai akan mendapat rusa. Anak raja itupun terus berjalan menyusuri hutan dan sampailah dia di bawah pokok yang bertulang itu. Tiba-tiba Lesino melihat anjing di bawah pokok itu, ternyata anjing itu milik anak raja. Anak raja itu merasa terkagum melihat pokok itu dalam hatinya ia berkata inilah yang terdapat dalam mimpi saya, kerana merasa tertarik dengan kecantikan Lesino anak raja pun mengajak Lesino untuk ikut dengan dan Lesino pung bersedia untuk pergi bersamanya. Ketika sampai di istana anak raja itu memohon kepada orang tuanya agar dia boleh menikahi Lesino. Mereka pun menyutujuinya maka dibuatlah pesta pernikahan yang begitu mewah, saat itulah Lesino menjadi bahagian dari keluarga kerajaan. Sila lihat Rajah 3.1.


Makna Dalam Sastera Lisan


Lazimnya sastera lisan Maluku digunakan untuk menghibur dan mendidik masyarakat penikmatnya. Cerminan nilai yang terungkap dalam sastera lisan ini menggambarkan nilai budaya yang terkandung didalamnya. Untuk mengetahui nilai sastera lisan pada masyarakat Maluku boleh disemak dalam bahasan berikut.

Nilai Agama

Nilai yang berhubungan dengan agama terdapat pada cerita Nenek Luhu dan cerita empat Kapitan (Panglima).

Cerita Nenek luhu mengisahkan tentang seorang perempuan yang bernama Ta Ina Luhu yang hendak dinikahkan oleh seorang tentera Belanda yang beragama Kristian sementara Ta Ina Luhu adalah seorang perempuan yang taat kepada agamanya iaitu agama Islam. Ta Ina Luhu pun selalu berdoa kepada Tuhan yang Maha kuasa untuk memberi tempat yang layak untuk keluarganya di alam sana. Masyarakat Maluku pada Umumnya juga menggambarkan bahawa pada saat perang Huamual tersebut adalah perang agama dan seluruh keluarga Ta Ina Luhu mati kerana mempertahankan agama mereka. Menurut kepercayaan masyarakat tempatan, jika terjadi keadaan demikian, maka mereka tidak berani keluar rumah kerana Nenek Luhu akan mengambil siapa saja yang ditemuinya, terutama anak-anak.

Cerita legenda empat kapitan yang mengisahakan perjalanan empat orang leluhur keluarga Watimena, Talakua, dan Nanlohy dari daerah Nunusaku Pulau Seram. Walaupun pada masa itu lelehur Nunusaku masih mempercayai agama adat namun kekuasan Tuhan masih dapat dirasakan oleh masyarakat Nunusaku pada saat itu. Hal ini tergambar ketika tegi orang kapitan hendak untuk berpergian meningalakan daerah Nununsaku mereka melakukan upacara permohonan kepada Tuhan serta proses agama adat. Masyarakat adat Maluku mempercayai bahawa Tuhan adalah Upu Lanitoyang berarti Tuhan Langit. Upu Lanito juga dipercaya sebagai sumber pemberi kesejukan dan kehangatan. Dialah pemberi keadilan dan kebenaran.

Nilai Pantang Menyerah

Nilai pantang menyerah tergambar dalam cerita Nenek Luhu, dimana ketika ia tidak pernah berputus asa dalam berusaha mencari cara untuk boleh keluar dari sergapan penjajah belanda kerana tidak tahan lagi terus diperlakukan dengan tidak manusiawi. Sementara itu, nilai kemandirian Ta Ina Luhu terlihat ketika ia tidak ingin merepotkan orang lain. Itulah sebabnya, ia pergi dari istana Soya tanpa memberi tahu Raja Soya. Selain itu, cerita di atas juga mengandung nilai kesihatan.


Nilai Sosial Dan Moral

Nilai yang berhubungan dengan nilai sosial dan moral terdapat pada cerita Batu Badaong cerita Si Rusa dan si Kulomang, dan ceria Empat Kapitan.

cerita Batu Badaong mengisahkan tentang seorang ibu yang melarang anaknya untuk memakan telur ikan pepayana namun telur ikan itu pun dimakan oleh anaknya. Pada cerita batu badaong ini tergambara akan nilai sosial dan moral dimana Bia Moloku tidak taat kepada perminta sang ibu untuk tidak makan telur ikan pepayana. Sebahagian masyarakat Maluku saat ini mempercayai apabila meraka memakan telur ikan pepayana akan membawa kemalangan atau kesusaha kepada keluarganya. Namun oleh sebahagian masyarakat Maluku juga menyakini bahawa ikan papayana adalah ikan yang masih mempunyai hubungan dengan manusia sehingga ikan tersebut tidak boleh disakiti atau untuk di makan.

Cerita Rusa dan Kulomang juga terkandung nilai sosial dan moral, cerita ini mengisahkan tentang seekor rusa yang serahka dan sombong dengan kehebatanya untuk menaklukan heiwan lain. Akan tetapi kecerdikan dan kepandaian Kalamang (siput) dapat mengalahakan rusa yang sombong itu. Pesan yang boleh diambil dari cerita Rusa dan Kulomang ini adalah kecerdikan boleh membawa kepada kejayaan seseorang. Pesan sosial masing-masing, Rusa dan Siput, misalnya. Dalam episode ini diceritakan tentang keterdesakan siput pada saat harus melawan Rusa akbitnya Siput mesti memintah pertolongan kawan-kawannya untuk mengalahakan si Rusa. Pesan ini bererti bahawa kerja sama yang baik dan saling pengertian akan membawa kepada suatu kejayaan. Sementara pesan moral yang dapat tergamabar dari cerita ini ialah bahawa kesombongan akan kekuatan pribadi belum tentu akan membawa kebaikan dan hanya akan merosak diri sendiri.

Nilai sosial yang terkandung dalam cerita Empat Kapitan adalah sumpah yang dilakukan oleh keempat-empat kapitan ini iaitu mereka membuat suatu perjanjian dengan menanam sebuah batu pamali perjanjian, yang kemudian dinamakan Manuhurui, lalu berubah menjadi Huse. Walaupun mereka nanti bercerai berai, hubungan persaudaraan yang terbina selama ini mestislah dipertahankan. Selain itu pula, mereka harus saling tolong menolong dalam segala hal, kunjung mengunjungi satu dengan yang lain. Perjanjian ini oleh masyarakat Maluku pada umumnya mengenalnya dengan sebutan pela dan gandong iaitu suatu perjanjian persaudaran antara dua komuniti biasanya komuniti yang berbeza agama.


Nilai Kepahlawanaan

Nilai-nilai kewiraan tergambar dalam cerita empat Kapitang, cerita Rusa dan Kulomang, dan cerita Batu Badaong. Nilai yang dapat terlihat dalam cerita empat Kapitan, cerita ini merupakan cerita kepahalawanan yang rela mengarungi sungai Tala dari pegunungan Nunusaku menuju ke daerah panati untuk membentuk suatu komuniti yang baru. Namun, keempat-empat kapitan ini harus berpisah yang disebabkan oleh rakit mereka terhanyut arus sungai Tala, dua diantara mereka terhanyut dengan rakit tersebut, kedua orang tersebut ialah Kapitan Nanlohy dan Kapitan Talakua. Kemudian mereka ini membatuk suatu kominiti yang berbeza-beza atau membentuk identiti baru di kampung yang berbeza-beza pula.

Sementara nilai kewiraan yang terkandung dalam cerita Rusa dan Kulomang ini adalah Kulomang (siput) nekat menerima tantangan Rusa, walaupun si Kulomang menyadari bahawa dia tak mampu untuk berlari dengan cepat, tetapi Kulomang nekat menerima tentangan Rusa untuk menyelamatkan komuniti siput dari wilayahnya yang telah lama menjadi haknya. Sementara pada cerita batu badaong juga tergambar nilai kewiraan dimana ketika Bia Moloku memberi telur ikan papayana kepada adiknya Bia Mokara, ketika sang ibu mengendong Bia Mokara dan melihat bekas telur ikan papayana di mulut Bia Mokara kemudian sang ibu memberi Bia Mokara kepada kakaknya Bia Moloku untuk digendongnya dan sang ibu pun berlari menyusuri tepi pantai. Selanjutnya sang ibu meloncat ke laut, hal ini dilakukan oleh sang ibu untuk menyelamatkan anak-anaknya dari pada kemalangan. Ini juga tergambar bahawa rasa kecintaan sang ibu kepada anak walaupun nasihat yang telah disampaikannya kepada anak bahawa jangan makan telur ikan papayana tersebut.


Nilai Pendidikan dan Pengajaran

Dalam hidup Manusia mestilah cerdik dan cergas. Seperti apa yang telah dilakukan oleh Si Kulomang (siput) dalam cerita Si Rusa dan Si Kulomang. Dimana Kulomang dapat mengalahkan Si Rusa dengan kecerdikanya. Sehingga apa yang telah dilakukan oleh Kulomang merupakan pengajaran dan pendidikan kepada manusia sekarang untuk hidup cerdik dan pintar sehingga tidak boleh dibodohi orang lain.


Sastera Lisan: Antara Budaya Dan Trasisi

Dari pandangan kebudayaan, hubungan dan perilaku masyarakat Maluku terbentuk daripada hubungan Bahasa dan Kepercayaan. Penghayatan dari kehidupan keseharian masyarakat Maluku, terasa melalui proses, atau hubungan antara Bahasa dan Kepercayaan. Sifat umum masyarakat tradisional Maluku di masa kini masih terasa dan sukar untuk melepaskan kepercayaan dalam kehidupan tradisi mereka. Terdapat keinginan untuk menyimpan dan memeliharanya, dalam hal ini tidak terkecuali hasil-hasil sastera masyarakat Maluku sukar untuk melepaskan pandangan hidup lama. Kerana bahasa dan sastera lisan akan turut menyalurkan nilai-nilai yang berharga dari satu budaya masa lampau ke dalam kebudayaan masa kini.

Sastera lisan merupakan suatu bentuk kebudayaan warisan yang merakam pemikiran masyarakat Maluku. Sastera lisan tersebut memberi pengetahuan dan wawasan mengenai angan-angan dan keinginan masyarakat tentang pelbagai aspek kehidupan. Sehingga tidak mengheirankan jika sastera lisan tersebut mewariskan banyak nilai budaya yang patut dijadikan pelajaran, pendididkan, dan pengajaran.

Namun, amat disayangkan, sastera lisan ini terkadang tidak diambil kira dan bahkan diremehkan oleh sebahagian orang. Padahal melalui sastera lisan inilah wawasan dan pengetahuan seni budaya dan warisan masyarakat tempatan yang tersimpan dan diturunkan dengan mewujudkannya melalui persebaran secara lisan dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi sehingga pada generasi sekarang ini. Sastera lisan merupakan sumber seni sastera daripada alam kesusteraan manusia.

Kepercayaan masyarakat terhadap cerita-cerita yang dapat menghuraikan tingkah laku masyarakat Maluku dimana masyarakat taat kepada larangan yang bersubungan dengan kehidupan sosial, cerita-cerita ini juga dibuktikan dengan kebenaran dan keberadanya. Kepercayaan masyarakat terhadap cerita yang benar-benar terjadi dapat meraka ketahui mempengaruhi tingka laku. Mereka taat kepada kepada larangan atau sumpah seperti pada cerita lengenda empat Kapitan untuk tidak boleh bermusuhan dan mesti menjaga hubungan kekeluargaan. Selain itu, cerita dapat mendorong masyarakat untuk hidup tolong menolong dalam menghadapi bahaya. Cerita-cerita tersebut juga erat hubunganya dengan lingkungan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, cerita-cerita tersebut dapat dibuktikan secara konkrit kerana ada nama-nama tempat atau benda yang berada di Maluku, seperti batu capeo, batu badaong, sungai Tala, dan kampung-kampung yang dibentuk oleh empat Kapitan.


KESIMPULAN

Kajian ini dilakukan di Desa Latu, Provinsi Maluku, Indonesia. Desa Latu terletak di pantai barat Laut Seram. Bab ini telah memberikan pengenalan kepada kawasan kajian secara "berhiraki" berdasarkan tatatingkat pentadbiran Indonesia iaitu pada mulanya memberi gambaran tentang Provinsi Maluku, kemudian menghuraikan Kabupaten Seram Bahagian Barat serta memfokus kepada pengenalan lokasi kajian iaitu desa Latu.

Cerita rakya Maluku yang digambarakan dalam bab ini merupukan cerita legenda yang terdiri dari dua cerita iaitu cerita legenda Nenek Luhu dan cerita Legenda Empat Kapitan, sementara cerita yang yang berhubungan dengan mitos iaitu cerita Batu Badaong dan cerita dongeng binatang iaitu cerita Si Rusa dan si Kulomang. Nilai budaya yang terkandung dalam cerita-cerita ini adalah nilai agama, nilai pentang meyerah, nilai sosial dan moral, nilai kewiraan dan nilai pendidikan dan pengajaran.

Tidak ada komentar: