Rabu, 03 Juni 2009

DALAM TRADISI LISAN

Dalam falsafah sejarah, hendak diberikan jawaban atas pertanyaan mengenai makna dari proses sejarah. Manusia budaya tidak puas dengan pengetahuan sejarah, dicarinya makna yang menguasai kejadian-kejadian sejarah. Dicarinya hubungan antara fakta-fakta untuk sampai kepada asal dan tujuannya. Kekuatan apakah yang menggerakkan sejarah ke arah tujuannya dan bagaimana akhirnya proses sejarah? Pertanyaan itu sungguh hakiki bagi manusia dan semenjak sadar akan masa lampaunya telah timbul pertanyaan mengenai makna sejarah. Sejarah memperoleh makna jika kejadian-kejadian ditinjau dengan pandangan ke masa depan atau harapan akan terwujudnya masa depan (Kartodirdjo, 1971: 7).

Konteks sejarah sebagaimana dijelaskan di atas, adalah sejarah dalam kaitannya dengan tradisi lisan . Dengan demikian, bagaimana peran penting yang dimiliki oleh tradisi lisan, baik sebagai dasar pengungkapan aspek kesejarahan maupun fakta sejarah, khususnya sejarah local yang berhubungan dengan kepemimpinan leluhur serta sejarah mentalitet dari sebuah suku bangsa? Sebagai ilustrasi, Dengan demikian, tradisi lisan memiliki peran yang cukup penting dalam pengungkapan sejarah lokal.

Tradisi lisan yang memuat sejumlah cerita rakyat pada masa kelahiran dan perkembangannya menempati fungsi bukan sebagai hiburan belaka, melainkan sebagai media informasi tentang sejumlah kesan atau pandangan subjek kolektif terhadap sesuatu yang penting, khas, atau mendesak untuk dituangkan dalam wujud karya. Tentunya pada momen yang tepat karya-karya yang dimaksud dapat terwujud dan berkembang menjadi sebuah wacana milik bersama.

Bentuk rumor yang terus disebarkan kepada lingkungan sekitar dan diwariskan terus-menerus kepada generasi yang lebih muda pada akhirnya menjadi sebuah berita dalam wujud cerita yang kemungkinan besar dipercaya oleh masyarakat pendukung tradisi tersebut. Kepercayaan yang terbentuk setidaknya berhubungan erat dengan isi cerita yang berkembang dalam lingkungan subjek kolektif yang dimaksud. Isi cerita yang merepresentasikan keadaan alam dan masyarakatnya, menempati peluang yang cukup besar untuk dipercaya oleh masyarakat pendukungnya. Isi cerita yang dimaksud di antaranya bekisar tentang kepercayaan terhadap gejala alam, asal usul tempat, dan asal usul leluhurnya. Tentu ada alasan yang kuat dibalik mitos yang mereka percayai . Alasan itu bisa merupakan hal yang sebenarnya atau hanya karena mereka sudah terbiasa hidup dengan mitos tersebut.

Dalam konteks Antropologi, unsur kepercayaan ini malah diterjemahkan sebagai suatu "kearifan lokal". Sesuatu nilai (value) yang dipercayai dan dipelajari secara tradisional dan turun-menurun.Kepercayaan yang diyakini seseorang akan memengaruhi cara ia berperilaku dan berkomunikasi. Dell Hymes (1973), seorang ahli antropologi budaya memandang komunikasi sebagai unsur penting dalam memahami suatu kepercayaan yang tumbuh dalam suatu budaya. Selanjutnya dalam kajian etnografi, kepercayaan yang berkembang di suatu ras, etnis, dan kelompok masyarakat tertentu, akan memengaruhi pola-pola komunikasi masyarakat, baik komunikasi verbal maupun nonverbal sebagai simbol pemaknaan terhadap suatu gagasan atau materi.Selama ini, terdapat kesan yang menyatakan semakin tinggi peradaban suatu bangsa atau semakin tinggi tingkat kemakmuran (welfare-state) suatu negara, maka unsur kepercayaan (yang bersifat magis dan mistis/nilai-nilai budaya setempat) akan semakin menurun.


Sosok kepemimpinan leluhur selalu mendapat tempat terhormat untuk diabadikan melalui cerita rakyatnya. Kewibawaan dan kesaktian leluhur adakalanya dilegitimasi oleh sejumlah bukti, hingga kepada sejumlah akibat fisik yang harus ditanggung masyarakat karena kesaktian leluhur yang saciduh metu saucap nyata “kata bertuah dan sakti”. Mengingat bentuk legenda merupakan karya yang dipercaya kebenarannya sekaligus dari sisi keilmuan tetap dipahami sebagai karya lisan yang muatan- muatan di dalamnya bisa saja mengindikasikan adanya kepentingan dan andil tertentu dari sang kreator bagi anggota kolektif pendukung cerita-cerita lisan dimaksud diarahkan kepada wujud pemahaman atas teks untuk mengetahui dan menghubungkan elemen-elemen yang tersirat di dalam cerita-cerita legenda.

Pandangan dunia secara potensial menunjukkan bagaimana subjek kolektif menempatkan pemimpinnya dalam kesadaran menjalankan aktivitas hidupnya di bawah kepemimpinan seorang tokoh. Pandangan dunia tersebut dibentuk dan ditumbuh kembangkan melalui praktik hegemonik seorang pemimpin di dalamnya. Adapun hubungan strukturasi karya sastra berbentuk legenda dengan struktur yang lebih luasnya dapat ditelusuri melalui pemahaman atas fungsi dan kedudukan legenda bagi masyarakat pendukungnya. pandangan mengenai kepemimpinan leluhur dengan tujuan untuk mengembalikan ke asalnya, berarti harus membicarakan masa awal eksistensi tokoh pemimpin leluhur, dengan memahami eksistensi masa lampau. Sumber relevan menunjukkan – secara tersurat atau tersirat --, jati diri itu tercermin dalam budaya kekuasaan, budaya kepemimpinan, dan budaya hidup pribadi dan bermasyarakat. Budaya itu mencerminkan pula sifat dan sikap leluhur.

Tidak ada komentar: