Rabu, 30 September 2009

Selasa, 29 September 2009

KEPONAKAN YANG NARCIS

Hari-hari yang kulalui kadang menyenangkan tapi tak jarang pula sangat menyebalkan. Rutinitas waktu yang kadang-kadang menoton membuat kreatifitas berkurang sehingga ide-ide sulit tersalurkan membuat aku kadang-kadang merasa jenuh dan rasanya ingin berteriak sekeras-kerasnya heheheehe

Aktifitas yang begitu padat membuat aku sering lupa makan siang, tugas yang menumpuk sering membuat aku bingung mau menyelesaikan yang mana terlebih dulu, aku memang tidak bisa menentuka skala prioritas, itu salah satu kelemahanku yang aku rasakan dari tempat aku mecari sesuap nasi, segenggam berlian. ha..ha

Gak ada ide buat posting apa-apa sih, cuman pengen eksploitasi aja keponakan-keponakan saya yang sangat-sangat lucuh, begitu banyak hal didalam kepala saya yang mau saya posting, tapi saking banyaknya sampai-sampai saya bingung mau bercertia apalagi…..sudah saya posting saja …..dan ini adalah poto terbaru, sekarang keponakan saya yangsudah bisa diarahkan untuk berpose….aaaaaaaaaaah lucuuuuuuuuuuuuu pokonya saya doakan semoga di saat besar dan dewasanya nanti bisa menjadi anak yang sholehah, dan berbakti pada orang tua ya dek…….

Kali ini saya pengen cerita tentang serunya menjadi om dari lima belas orang keponakan. Oiya, mungkin ada yang belum kenal sama saya, boleh liat di page about me. Singkat kata, saya Jamil, anak ke 7 dari 8 bersaudara alias anak bawang. Ketuju kakak saya udah berkeluarga semua. Masing-masing juga sudah punya anak, yang menjadi keponakan saya sementara saya dan adik yang bungsung belum berkeluarga. Saat ini saya punya 15 orang keponakan, 6 dari kakak pertama, 4 dari kakak kedua, 3 dari kakak ketiga, 1 dari kakak keempat dan 1 dari kakak yang kelima. Kelima belas keponakan saya 6 orang cewek dan 9 orang cowok. Yang menarik dalam keluarga kami terdapat 7 orang laki-laki dan seorang perempuan. nanti saya cerita tentang mereka di kesempatan lain.

FAJRIN

IMBANG

DINDA

UZHUNIA

FARHANA

AULIA

ARIFIN

KIKI

DANI

Kamis, 10 September 2009

ADAT KETIMURAN

Menarik memang.. sehingga saya disini ingin mengemukakan tentang adat ketimuran. Kita sering mendengar kata adat timur dan adat barat. Biasanya konotasinya adat timur baik barat jelek. Sebenar tidak seluruhnya betul. Kedua2nya ada yg baik dan ada yg jelek. Adat ketimuran itu bisa dibilang sebagai adat yg banyak berlaku di Asia tenggara utamanya malaysia , indonesia dan brunei yang mana tata cara dan sopan santun didalamnya banyak dipengaruhi oleh agama islam dan budaya kerajaan serta feodalisme akibat penjajahan.

Setelah saya mengalami sendiri hidup diperantauan, saya merasakan apa
sebenarnya yg dimaksud dg adat ketimuran. Saya jadi ragu untuk mengatakan adat ketimuran sama dengan adat Indonesia.. Yang saya alami adalah bahwa adat setempat tidak bisa digunakan untuk mengukur adat ditempat lain. Bagaimana bisa adat jawa untuk mengukur adat bugis atau sebaliknya.. atau adat timur untuk mengukur adat barat dsb.Tentu tidak akan nyambung.

Setelah mengalami sendiri , rasanya......... sebenarnya tidak ada yg dinamakan adat ketimuran. Yang ada hanyalah adat lokal seperti adapt Maluku, Batak, Dayak, Bugis, Jawa, Papua dll. yang kadang juga tidak bisa diterima di daerah atau tempat lain. Sebagai contoh kalau kita naik bus kota, ada seorang penumpang yg sudah tua berdiri kenyataannya yg muda2 cuek bebek saja. Padahal orang barat yg muda dg cepat memberikan tempat duduknya pada kakek tsb. Apakah bisa dikatakan anak muda tadi pake adat barat lalu si belanda pakai adat timur?

Orang jawa memberikan sesuatu dengan tangan kanan, di bugis tidak tabu memberi dengan tangan kiri, bahkan daeng beca memberikan susuk uang kembalian dengan tangan kiri dari atas sadelnya. Apakah ini bukan adat ketimuran? Padahal itu hal biasa dan bukan suatu penghinaan. Bagi mereka hal itu biasa2 saja.

Dibugis lebih sopan kalau kita duduk kaki bersila di kursi .. tapi bagaimana kalau ini dilakukan dijawa? Bukankah itu juga adat ketimuran. Bisakah adat timur diseragamkan? Sulit juga kan? Jadi perlu dirumuskan ''Apa sebenar nya yang dimaksud adat ketimuran Indonesia''. Patokan apa yg dipakai sebagai ukurannya.

Akan tetapi hal ini sulit juga.. karena masing2 agama, adat istiadat, dan budaya punya standar yg kadang berbeda2. Agama A bilang gini B bilang gitu belum yg C dan D dst. belum lagi adat dan budaya. Lalu sebenarnya adakah adat ketimuran Indonesia itu?


Dulu kita kalau ngomong bahasanya tidak bisa halus orang2 tua sudah ribut, jaman anak kita anak2 sudah pakai bahasa jawa kasar, cucu sudah 100% bahasa Indonesia , jangan kaget cicit nanti pakai bahasa inggris. Dan tentu saja sopan santun serta tata kramanya yg dibawa akan lain, gak tahu gimana lagi bentuknya.

Sopan santun di setiap daerah berbeda2 Kalau orang Jawa merantau ke Maluku Batak ke Ambon dll maka adat ketimuran jawa tidak laku disana. Disana adat yg harus dipakai ya adat ketimuran setempat. Kalau ada bule pakai kutang dan cawat di pelosok2 jawa ya bisa dilempari batu padahal dipantai kuta tak ada masalah. Apakah orang 2 kuta ada something wrong ? Apakah mereka tidak punya adat ketimuran?

Di Malaysia, Brunei yg dimaksud adat ketimuran lebih kearah nilai tata keislaman. Memang didalam agama islam ada ukuran2 sopan santun dan tata krama dalam ber hablum minannas dengan standard tersendiri dan itu sudah diajarkan berabad2 dan lebih terjaga di malaysia dan brunei. Sedang di indonesia tata kerama yang demikian sudah semakin makin jauh. ?????????????????


Malu

Terkisahlah cerita dinegeri nun jauh di timur sana dimana penduduknya sedang mencari identitas diri. Sebenarnya bukan mereka tidak mempunyai identitas diri tetapi entah sudah bosan dengan dirinya, ataukah dia ingin meniru, mengidentifikasikan dirinya kepada bangsa lain yang menurutnya sudah maju. Padahal sebenarnya yang dicontoh tidak lebih baik daripada yang mencontoh, apalagi dari segi agama ataupun moralitas. Se suatu contoh yang berbasiskan kepada ke''manusia''an, demos, dimana lebih banyak menuntut hak daripada kewajiban. Nafsu2 ego bahkan id menjadi sangat dominan dibanding superego.

Keadaan itu membawa dia yang tadinya adalah bangsa yang santun, berintegritas, punya rasa malu yang tinggi, berubah menjadi bangsa yang beringas nyaris tanpa tata kerama, jauh dari rasa malu baik dalam polah tingkah ataupun perbuatan. Menjadi bangsa yang sak karepe dewe tidak bisa mengatur dirinya sendiri, apalagi diatur orang lain, bangsa yang amburadul, egoistis, individualistis dan materialistis, bangsa yang sedang merusak dirinya sendiri.

Pertanyaannya, apakah untuk menjadi baik -sesuatu bangsa - harus menjadi rusak terlebih dahulu?

Mungkin memang harus demikian takdirnya, siklus duniawi, baik, rusak, kembali baik, rusak lagi dst...... Manusiawi, jika suatu bangsa ingin selalu berubah, tetapi karena yang membimbing hanya akalnya saja, tanpa bimbingan mental yang memadai, tidak ada yang mengarahkan, agama dilupakan, sehingga keadaan yang terjadi tidak seperti yang diharapkan, bahkan amburadul, timbul kesemerawutan dimana2.

Ibarat air yang sedang berguncang kesana kemari, menurut kodratnya dia nantinya akan mencari keseimbangannya sendiri. Semoga saja... tidak malah mawut tumpah kemana2, apalagi sampai mengalir ke tempat titik nadir, mencari titik yang terendah, dimana nantinya tentu akan sulit, membutuhkan energi yang sangat besar, untuk memompanya keatas, untuk mengembalikan pada keseimbangan, pada achir posisinya yang terbaik.....

Sudah berjalan satu dekade bangsa itu ingin keluar dari masalah yang melilit dirinya, tetapi nampaknya masih jauh dari harapan bahkan persoalan makin ruwet, makin semrawut, makin tidak teratur dalam segala hal.
Para pemimpin para pemegang kekuasaan masih saja tidak merubah visi, rakyat tetap dikesampingkan, kepentingan pribadi masih sangat menonjol sehingga kebobrokan2 demi kebobrokan nampak dimana2. Peribahasa jawa '' becik ketitik ala ketara '' sudah menampakkan dirinya. Pada bangsa itu mulai tampak pemimpin yang memang memimpin dan pemimpin yang hanya mencari keuntungan pribadi. Ironisnya justru kelompok yang terahir tadi yang lebih banyak. Korupsi makin menjadi, kolusi dan nepotisme bukannya berkurang. Padahal semangat reformasi kala itu menggebu2 mau memberantas yang namanya KKN tersebut.

Entah kapan bangsa itu bisa keluar dari masalah yang membelitnya. KKN sudah menjadi budaya, tidak lagi merupakan hal yang memalukan, justru merupakan suatu kebanggaan dan dilakukan secara terang2an secara berjamaah, tidak menjadi sesuatu yang rahasia lagi.

Budaya malu sudah hilang........ sesuatu yang sangat mahal harganya, sesuatu yang dapat mecegah perbuatan2 dosa dan tercela.
'' malu sudah hilang ''.........
Mungkinkah bangsa itu-pun akan hilang?

ADAT KETIMURAN

Menarik memang.. sehingga saya disini ingin mengemukakan tentang adat ketimuran. Kita sering mendengar kata adat timur dan adat barat. Biasanya konotasinya adat timur baik barat jelek. Sebenar tidak seluruhnya betul. Kedua2nya ada yg baik dan ada yg jelek. Adat ketimuran itu bisa dibilang sebagai adat yg banyak berlaku di Asia tenggara utamanya malaysia , indonesia dan brunei yang mana tata cara dan sopan santun didalamnya banyak dipengaruhi oleh agama islam dan budaya kerajaan serta feodalisme akibat penjajahan.

Setelah saya mengalami sendiri hidup diperantauan, saya merasakan apa
sebenarnya yg dimaksud dg adat ketimuran. Saya jadi ragu untuk mengatakan adat ketimuran sama dengan adat Indonesia.. Yang saya alami adalah bahwa adat setempat tidak bisa digunakan untuk mengukur adat ditempat lain. Bagaimana bisa adat jawa untuk mengukur adat bugis atau sebaliknya.. atau adat timur untuk mengukur adat barat dsb.Tentu tidak akan nyambung.

Setelah mengalami sendiri , rasanya......... sebenarnya tidak ada yg dinamakan adat ketimuran. Yang ada hanyalah adat lokal seperti adapt Maluku, Batak, Dayak, Bugis, Jawa, Papua dll. yang kadang juga tidak bisa diterima di daerah atau tempat lain. Sebagai contoh kalau kita naik bus kota, ada seorang penumpang yg sudah tua berdiri kenyataannya yg muda2 cuek bebek saja. Padahal orang barat yg muda dg cepat memberikan tempat duduknya pada kakek tsb. Apakah bisa dikatakan anak muda tadi pake adat barat lalu si belanda pakai adat timur?

Orang jawa memberikan sesuatu dengan tangan kanan, di bugis tidak tabu memberi dengan tangan kiri, bahkan daeng beca memberikan susuk uang kembalian dengan tangan kiri dari atas sadelnya. Apakah ini bukan adat ketimuran? Padahal itu hal biasa dan bukan suatu penghinaan. Bagi mereka hal itu biasa2 saja.

Dibugis lebih sopan kalau kita duduk kaki bersila di kursi .. tapi bagaimana kalau ini dilakukan dijawa? Bukankah itu juga adat ketimuran. Bisakah adat timur diseragamkan? Sulit juga kan? Jadi perlu dirumuskan ''Apa sebenar nya yang dimaksud adat ketimuran Indonesia''. Patokan apa yg dipakai sebagai ukurannya.

Akan tetapi hal ini sulit juga.. karena masing2 agama, adat istiadat, dan budaya punya standar yg kadang berbeda2. Agama A bilang gini B bilang gitu belum yg C dan D dst. belum lagi adat dan budaya. Lalu sebenarnya adakah adat ketimuran Indonesia itu?


Dulu kita kalau ngomong bahasanya tidak bisa halus orang2 tua sudah ribut, jaman anak kita anak2 sudah pakai bahasa jawa kasar, cucu sudah 100% bahasa Indonesia , jangan kaget cicit nanti pakai bahasa inggris. Dan tentu saja sopan santun serta tata kramanya yg dibawa akan lain, gak tahu gimana lagi bentuknya.

Sopan santun di setiap daerah berbeda2 Kalau orang Jawa merantau ke Maluku Batak ke Ambon dll maka adat ketimuran jawa tidak laku disana. Disana adat yg harus dipakai ya adat ketimuran setempat. Kalau ada bule pakai kutang dan cawat di pelosok2 jawa ya bisa dilempari batu padahal dipantai kuta tak ada masalah. Apakah orang 2 kuta ada something wrong ? Apakah mereka tidak punya adat ketimuran?

Di Malaysia, Brunei yg dimaksud adat ketimuran lebih kearah nilai tata keislaman. Memang didalam agama islam ada ukuran2 sopan santun dan tata krama dalam ber hablum minannas dengan standard tersendiri dan itu sudah diajarkan berabad2 dan lebih terjaga di malaysia dan brunei. Sedang di indonesia tata kerama yang demikian sudah semakin makin jauh. ?????????????????


Malu

Terkisahlah cerita dinegeri nun jauh di timur sana dimana penduduknya sedang mencari identitas diri. Sebenarnya bukan mereka tidak mempunyai identitas diri tetapi entah sudah bosan dengan dirinya, ataukah dia ingin meniru, mengidentifikasikan dirinya kepada bangsa lain yang menurutnya sudah maju. Padahal sebenarnya yang dicontoh tidak lebih baik daripada yang mencontoh, apalagi dari segi agama ataupun moralitas. Se suatu contoh yang berbasiskan kepada ke''manusia''an, demos, dimana lebih banyak menuntut hak daripada kewajiban. Nafsu2 ego bahkan id menjadi sangat dominan dibanding superego.

Keadaan itu membawa dia yang tadinya adalah bangsa yang santun, berintegritas, punya rasa malu yang tinggi, berubah menjadi bangsa yang beringas nyaris tanpa tata kerama, jauh dari rasa malu baik dalam polah tingkah ataupun perbuatan. Menjadi bangsa yang sak karepe dewe tidak bisa mengatur dirinya sendiri, apalagi diatur orang lain, bangsa yang amburadul, egoistis, individualistis dan materialistis, bangsa yang sedang merusak dirinya sendiri.

Pertanyaannya, apakah untuk menjadi baik -sesuatu bangsa - harus menjadi rusak terlebih dahulu?

Mungkin memang harus demikian takdirnya, siklus duniawi, baik, rusak, kembali baik, rusak lagi dst...... Manusiawi, jika suatu bangsa ingin selalu berubah, tetapi karena yang membimbing hanya akalnya saja, tanpa bimbingan mental yang memadai, tidak ada yang mengarahkan, agama dilupakan, sehingga keadaan yang terjadi tidak seperti yang diharapkan, bahkan amburadul, timbul kesemerawutan dimana2.

Ibarat air yang sedang berguncang kesana kemari, menurut kodratnya dia nantinya akan mencari keseimbangannya sendiri. Semoga saja... tidak malah mawut tumpah kemana2, apalagi sampai mengalir ke tempat titik nadir, mencari titik yang terendah, dimana nantinya tentu akan sulit, membutuhkan energi yang sangat besar, untuk memompanya keatas, untuk mengembalikan pada keseimbangan, pada achir posisinya yang terbaik.....

Sudah berjalan satu dekade bangsa itu ingin keluar dari masalah yang melilit dirinya, tetapi nampaknya masih jauh dari harapan bahkan persoalan makin ruwet, makin semrawut, makin tidak teratur dalam segala hal.
Para pemimpin para pemegang kekuasaan masih saja tidak merubah visi, rakyat tetap dikesampingkan, kepentingan pribadi masih sangat menonjol sehingga kebobrokan2 demi kebobrokan nampak dimana2. Peribahasa jawa '' becik ketitik ala ketara '' sudah menampakkan dirinya. Pada bangsa itu mulai tampak pemimpin yang memang memimpin dan pemimpin yang hanya mencari keuntungan pribadi. Ironisnya justru kelompok yang terahir tadi yang lebih banyak. Korupsi makin menjadi, kolusi dan nepotisme bukannya berkurang. Padahal semangat reformasi kala itu menggebu2 mau memberantas yang namanya KKN tersebut.

Entah kapan bangsa itu bisa keluar dari masalah yang membelitnya. KKN sudah menjadi budaya, tidak lagi merupakan hal yang memalukan, justru merupakan suatu kebanggaan dan dilakukan secara terang2an secara berjamaah, tidak menjadi sesuatu yang rahasia lagi.

Budaya malu sudah hilang........ sesuatu yang sangat mahal harganya, sesuatu yang dapat mecegah perbuatan2 dosa dan tercela.
'' malu sudah hilang ''.........
Mungkinkah bangsa itu-pun akan hilang?

Selasa, 08 September 2009

Pengalaman Kecil Aku Berpuasa

Masa saya kecil-kecil dulu mam& ayah saya selalu bangunian saya untuk sahur, walaupun usia saya anak ingusan loohhh. Waktu itu saya duduk didepan meja makan tepatnya dibakul nasih mama. Masih saya ingat lagi waktu itu saya selalu bertemankan bantal busuk dan sebuah botol susu yang kian menyusut.. huhu…sampai satu sudut paling pojok saya ikutlah kawan saya untuk sholat jemaah di mesjid yang lain sholat-sholatan di shaf paling belakang…….

Waktu itu kaki saya sudah capek saya duduklah dan terus tertidur sambil mengimpikan andai suatu hari kelak saya akan menjadi ahli ultraman taro..(masa tue popularlah sangat cerita-cerita garban, power ranges..) Lepas selesai menunaikan sholat mereka seorang penjaga mesjid mengejutkan saya.ha.ha.ha. Waktu itu apalagi sadisnya saya dimarahi oleh beliau. Kemarahan itu merebak dari masjid sampailah ke rumah. Sadisnya lagi peristiwa itu terbawa-bawa dalam pergaulan saya ama kawan-kawan, yang mana mereka selalu olok-olok saya dengan kejadian itu.

Aduh...tak enaknya untuk puasa...

Siang berikutnya saya bermain mutel diluar rumah bersama rakan-rakan. Saya terdengar akan pembicaran mama dan ayah saya mereka berbicara mengenai saya dan puasa. Aduh, waktu tu saya meraju dan berkata-kata didalam hati “nampaknya tak dapatlah aku tak makan yang sedap-sedap kali ini” aku pun menggeleng-gelengkan kepala tanda tidak bersetuju. Maklumlah aku ini anak ke tujuh dari 8 bersaudara mana ula jadi anak manju tu..heheheheheh

Waktu subuh ayah mengejutkanku. Memanggil-manggil namaku?, langsung aku tidak mengindahkannya. Akhirnya ayah aku nyalain lampu kamar (masa tu aku memang sekali kalau waktu tidur lampu dimatikan. Heheh lampunya dari minyak tanah )..lihat aku berselubung lutut dengan kain sarung.hik..hik..Aku ketawa dalam hati sendiri hehehehe.Aku ngintip ayah dengan kain yang sedikit sobek, sedikit itu aku lihat ayah sedang menuju kea rah saya. Waktu tu aku mula ketakutan jangan-jangan di marahin lagi..Tapi aku tetap tegar membatukan diri.. Ayah pula apa lagi dengan badanya yang besar, segera menarik dan mendukung aku di atas bahunya….

Wk wk wk..waktu itu memanglah sah aku tidak dapat meloloskan diri dari ayah lagi… Sudah macam-macam tektik aku buat antaranya bersembunyi dalam lemari pakaian, buat-buat tidur mati dan sebagainya namun segala usaha aku gagal. Mana tidaknya kerana mama selalu berkata ayah adalah ahli dalam segala hal dalam mendisplinkan orang-orang bawahanya. Tapi apa mau dibuat terpaksalah hari-hari aku dikejutkan oleh mereka untuk bangkit untuk sahur..

Selalu waktu kecil berkeadaan begitu aku pun naik darah hehehhe kadang-kadang kalau di bangunin untuk sahur. Mengamuk, menangis, buat muka kasihan terus terjadilah keadaan yang tidak tentu arah disebabkan kelaparan yang amat-amat sangat . Al-maklumkah orang baru belajar berpuasalah katakan. Puas ayah dan mamaku memujuk aku supaya bertahan namun lama kelamaan aku berbuka juga akhirnya…hik..hik..
Mana ketidaknya waktu mama masak je akulah pembantu (maklumlah hanya seorang wanita di keluargaku ) penyibuknya. Bila aku selalu ikut mak, ayah solat terawih dengar ceramah ustaz cerita bab-bab dosa dan azabnya meninggalkan puasa aku mula rasa takut. Sejak itu kutanamkan niat dan semangat hendak berpuasa sampai penuh. Karena saya tahu apa upahnya ketika puasa aku penuh? Hurm..sudah tentunya satu piring asida istimewa bauatan mamaku.

Mama, ayahku seakan akur akan permintaanku. Katanya asalkan aku berpuasa penuh itu sudah memadai. Syukur Alhamdulillah kini berkat kesabaran mereka mendidiku aku kini dapat berpuasa penuh kecuali bila jepang kembali lagi ke Indonesia hehheheheh bercanda. Namun kenangan itu tetap kekal disanubariku tiap kali menjelang bulan Ramadan.

Senin, 07 September 2009

Di Hari Minggu

Kriinnnggg jam weker berbunyi kira-kira sekitar jam 05.00 pagi tandanya untuk melaksanakan perintah yang Maha Kuasa (shalat shubuh). Padahal waktu shubuh untuk daerah Selangor adalah jam 06,00 tapi biarlah saya shalat jam 06.00, untuk ke masjid dari rumah lumayan jauh Aku beranjak dari tempat tidur dan mengambil air wudhu, yaa lumayanlah air di Selangor/ Malaysia cukup dingin untuk pagi hari. Setelah melaksanakan shalat shubuh aku pun kembali untuk beristirahat karena malamnya tidurku sampai larut. Kira-kira jam 10.00 aku bangun dan teringat bahwa hari ahad ini aku dan teman-teman ku untuk lari pagi.

Memeng hari Minggu, enaknya tidur. Tapi lebih enak lagi lari pagi di kompleks (kata kawan). Biasanya, lari pagi aku selalu berakhir kembali di tempat tidur..hehehhe, kalau saya lari pagi selalu singgah sebentar diwarung Mulajid, pemiliknya berketurunan India yang beragama Islam, di warung itu saya membeli air mineral dan beberapa keperluan untuk sarapan pagi nanti, warung pak Mulajid Selalu begitu, tidak ada yang baru dan yang beda dari isi warungnya.
Tapi hari Minggu ini beda.

Pertama, lari pagi lagi setelah hampir sebulan males-malesan di kasur, dengan alasan Matahari sembunyi terus di balik awan. Pagi itu lari pagi, aku melihat orang hampir baku hantam. Gara-garanya apa nggak jelas. Sepertinya ada seorang bapak yang marah kepada panitia turnamen sepakbola cilik antar. Mungkin marah karena track jogging mau ditutup. “Saya ini pelari maraton Maluku hehehehheh (mampus kali yeee kalau jadi pelari) Pak! Saya ngerti soal lari!” semprot si Bapak. Karena dua orang itu hanya tarik-tarikan tangan dan nggak jadi berkelahi, aku lantas berlalu saja.

eeeh, baru jalan 5 meter, aku melihat orang-orang berkerumun di dekat area pemanasan sebelah selatan (dekat gerbang ke terowongan). Tampak beberapa pria melepaskan lempeng penutup got satu per satu. Wah, ternyata ada anak perempuan yang kakinya terjepit lubang di celah-celah antar lempeng itu.Akhirnya lepas juga kaki anak itu. Untung dia perempuan, ga banyak gerak, jadi kakinya nggak patah atau terkilir. Untungnya lagi, anak ini nggak cengeng. “Udah nggak apa-apa ya De’. Yang salah lubangnya kok,” ujar sang ibu sambil mengelus-elus kaki anaknya. Kasihan ya lubangnya, kan dia juga nggak salah apa-apa.

selepas lari langsung nyuci tumpukan pakaian sisa seminar pekan lalu. Padahal biasanya sampe rumah langsung tidur. Aku nyuci sampai 13 potong. Padahal biasanya cuman nyuci 6-8 potong.Habis nyuci aku ke kawan. Soalnya malamnya ada urusan penting banget pokoknya. Hari sudah menjelang sore. Sehabis Asar, waktu mau naik ke lantai 2, si Sari (anak baru Crayon dan Karisma) nawarin jualannya: makanan-minuman ringan. Ada gelas plastik berisi cairan yang warnanya mirip cat tembok. Langsung saya tolak. Karena disodorin terus, akhirnya kubeli juga yang kelihatan warna coklat. Nah, begitu aku mau minum itu minuman di depan komputer, Firman) nyeletuk, “Apaan tuh?”. “Nggak tahu, tadi beli di bawah, kayaknya sih coklat,” jawabku. “Itu bukannya pop ice? Iiih, Salim minum pop ice. Itu kan minuman anak SD hhehehehheheheh…..ternyata hhehehheh

Rabu, 02 September 2009

Bahasa Tetun: Bahasa Resmi Termuda di Planet Kita

OLEH: YOHANES MANHITU

Mengamati sebuah bahasa tulis yang sedang bertumbuh laksana sebutir padi ternyata sangat mengasyikkan, paling kurang dari sudut pandang seorang penikmat atau pemerhati bahasa. Bila Anda merasa tertarik untuk mengamati dan menyaksikan proses berkembangnya sebuah bahasa resmi yang baru, menurut hemat penulis, inilah saat yang paling tepat dan sebaiknya tak dilewatkan begitu saja, karena di ujung timur wilayah Indonesia, tepatnya di Timor-Leste, sedang berkembang bahasa Tetun (biasanya dieja Tetum dalam beberapa sumber asing).
Bahasa Tetun, bahasa Austronesia yang paling luas digunakan di Timor-Leste, kini menjadi salah satu bahasa terkemuka di negara tersebut sejak ditetapkan secara resmi dalam konstitusi negara baru ini. Walau secara de jure usianya masih sangat muda, secara de facto, bahasa ini telah lama memainkan peranan yang amat penting di negeri tersebut sebagai bahasa pengantar di antara penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Karena itu, dapat dipahami apabila di kemudian hari bahasa ini ditetapkan sebagai bahasa resmi.

Bahasa ini digunakan (pada umumnya secara lisan) di tiga wilayah terpisah: 1) sebuah bentangan wilayah dari Selat Ombai hingga Laut Timor dan dipisahkan oleh batas wilayah Timor Timur dan Timor Barat (wilayah berbahasa Tetun Belu) dan termasuk Atapupu dan Atambua (di wilayah Timor Barat), Balibo, Fatumean, Fohoren dan Suai (di wilayah Timor Timur); 2) daerah pantai selatan sekitar Alas, Luca dan Viqueque dan termasuk dua kerajaan tua Samoro dan Soibada (yang berbahasa Tetun Terik); 3) Kota Dili dan sekitarnya (Tetun Prasa).

Beberapa sumber dan bukti historis menyebutkan bahwa bahasa Tetun Prasa merupakan bentuk simplifikasi dari bentuk yang telah ada sebelumnya. Sejak orang-orang Portugis tiba di Dili, setelah meninggalkan Lifau (yang berbahasa Dawan/Baikenu/Uab Meto) di bawah pimpinan Antonio Jose Telles de Menzes pada malam 11 Agustus 1769 untuk menghindari ancaman orang-orang Topass (Portugis Hitam) di sana, bentuk simplifikasi inilah yang dijadikan bahasa pengantar dalam kegiatan perdagangan dan pergaulan di wilayah timur Pulau Timor ini. Disebutkan pula bahwa sejumlah misionaris Katolik telah menggunakannya sebagai bahasa pengantar dalam tugas pengabaran Injil (Evangelisasi). Semenjak tidak digunakannya lagi bahasa Portugis sebagai bahasa liturgis (sekitar tahun 1980), bahasa Tetun mengambil alih posisi ini. Dikatakan bahwa telah ada berbagai upaya penerjemahan ke bahasa Tetun sejak dahulu kala, terutama untuk keperluan ibadat Katolik.

Berbeda dari bahasa Tetun Belu – dialek bahasa Tetun yang digunakan di Kabupaten Belu, NTT – yang memiliki banyak kata pungutan dari bahasa Indonesia, bahasa Tetun Prasa memiliki sangat banyak kata pungutan dari bahasa Portugis. Misalnya: merkadu dari mercado (pasar); livru dari livro (buku); komunikasaun dari comunicação (komunikasi); nasaun dari nação (bangsa), dll. Bahkan struktur bahasanya pun sudah dipengaruhi oleh bahasa Eropa tersebut. Konon, ini merupakan hasil upaya Portugis untuk menyebarluaskan bahasanya pada paro kedua abad ke-19.

Sebelum kehadiran República Democrática de Timor-Leste/Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL), terutama ketika wilayah ini masih menjadi salah satu provinsi Indonesia, status bahasa Tetun Prasa sebagai bahasa metropolitan telah memberi kebanggaan tersendiri bagi mereka yang menggunakannya. Hal ini barangkali menjadi salah satu faktor yang menyebabkan bahasa ini menyebar relatif cepat ke berbagai pelosok Rai Timór Lorosa’e (sebutan lain untuk Timor-Leste). Tidak sedikit orang yang menggunakannya dalam berbagai situasi kehidupan sehari-hari di samping bahasa daerah mereka sendiri dan bahasa Indonesia. Di dalam masyarakat multibahasa seperti di Timor-Leste, bilingualisme dan multilingualisme boleh dipandang sebagai hal yang lumrah.

Bahasa Tetun termasuk bahasa yang relatif mudah dipelajari, khususnya bagi orang Indonesia, karena alasan-alasan umum berikut ini:

Struktur bahasa sangat mirip dengan yang dimiliki bahasa Indonesia. Misalnya:

Ha’u hakerek surat ida ba ha’u-nia doben = Saya menulis (sepucuk) surat untuk kekasih saya.

Ami lakohi sa’e kuda ho labarik sira = Kami tidak mau menunggang kuda dengan anak-anak.

Tansá mak imi la mai sedu? = Mengapa kalian tidak datang lebih awal?

Tidak adanya tenses yang “ketat”, seperti dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa Eropa yang lain. “Waktu” dalam kalimat ditunjukkan dengan kata keterangan waktu dan kata kerja bantu. Misalnya:

Horisehik sira estuda inglés = Tadi malam mereka belajar bahasa Inggris.

Agora nia joga bola = Sekarang dia sedang bermain bola.

Aban ami sei bá (iha) univeridade = Besok kami akan pergi ke universitas.

Bainaka sira hemu tiha ona = Para tamu sudah minum.

Jumlah imbuhannya sedikit dan mudah dihafal. Misalnya:

Sira toba ona = Mereka sudah tidur. Nia seidauk hatoba bebé = Ia belum menidurkan bayi.

Sé mak sunu uma ida-ne’e? = Siapa yang membakar rumah ini? Uma ida-ne’ebá la naksunu = Rumah itu tidak terbakar.

Nia sura loron no kalan = Ia menghitung siang dan malam. Ó-nia sasurak sala = Perhitunganmu salah.

Keta halo ami susar = Jangan buat kami susah. Hadi’a lai ó-nia hahalok = Perbaikilah perbuatanmu. Nia mak mahalok loos = Dia adalah pembuat yang sesungguhnya.




Karena alasan-alasan di atas, kebanyakan orang luar yang pernah bermukim di Timor-Leste bisa – paling kurang secara pasif – mengerti bahasa ini. Seorang asing/pendatang baru yang cepat beradaptasi dengan budaya lokal, misalnya dengan rajin menghadiri misa dalam bahasa Tetun (bagi yang beragama Katolik), gemar berdansa dan menyukai musik Tetun, atau turut dalam aktivitas sosial lainnya, akan segera mahir berbahasa Tetun. Bagi seseorang di luar RDTL, media internet dapat mempermudah usahanya untuk belajar bahasa tersebut. Penutur bahasa Tetun yang cukup banyak di Indonesia pada umumnya senang bila diajak bercakap-cakap dalam bahasa mereka. Dan kemungkinan tidak sedikit pula warga Indonesia non-Timor-Leste yang pernah bermukim di Timor-Leste dapat berbahasa Tetun.

Berdasarkan pengamatan penulis terhadap berbagai sumber media siber, dapat dikatakan bahwa bahasa Tetun di Timor-Leste berkembang pesat. Hal ini dapat dibuktikan dengan kian bertambahnya jumlah kosa kata baru – terutama dari bahasa Portugis – yang diadopsi ke dalam bahasa Tetun dari waktu ke waktu, terlebih setelah berdirinya negara baru Timor-Leste.

Dialek

Perlu kita melihat beberapa dialek bahasa Tetun. Cliff Moris (sebagaimana tercantum pada sebuah situs internet) telah mengelompokkan dialek-dialek tersebut ke dalam kategori berikut:

Tetun Loos (Tetun Murni/Tulen)

Dialek ini digunakan oleh para penutur di sekitar Soibada dan Kerajaan Samoro serta di sepanjang pesisir antara Alas dan Luca.

Tetun Terik

Digunakan di wilayah baratlaut dan timurlaut Timor Timur dan Timor Barat. Dialek ini sangat dekat dengan Tetun Belu.

Tetun Belu

Digunakan di wilayah baratdaya Timor Timur dan juga tenggara Timor Barat.

Tetun Prasa/Tetun Dili

Adalah dialek yang digunakan di Dili, berstatus dialek metropolitan, bersifat lebih sederhana dalam strukturnya serta diperkaya dengan kosakata dari bahasa Portugis – yang jumlahnya semakin banyak – dan bahasa Tetun Terik. Dialek inilah kemudian berkembang dan distandardisasi menjadi bahasa resmi.

Ejaan

Hingga saat ini banyak tulisan yang menggunakan ejaan yang berbeda-beda walaupun telah ada ejaan baku (ortografia patronizada) bahasa Tetun, sebagaimana yang tertera pada Matadalan Ortográfiku ba Lia-Tetun dan sumber-sumber resmi lain yang diterbitkan Instituto Nacional de Linguística, lembaga kebahasaan resmi yang bertanggung jawab penuh atas pengembangan bahasa Tetun di Timor-Leste. Dan untuk menghindari kebingungan pengucapan dan penulisan, kami mencoba menolong para pembaca dengan petunjuk-petunjuk berikut:

Bunyi vokal panjang pada setiap kata Tetun akan ditandai dengan vokal rangkap aa, ee, ii, uu, atau oo. Misalnya aas (tinggi), bee (air), liis (bawang), nuu (kelapa), atau nonook (diam).

Tekanan/aksen vokal pada setiap kata Tetun (baik asli maupun serapan) akan ditandai dengan aksen akut: á, é, í, ú, atau ó. Misalnya manán (menang), nasionál (nasional), portugés (bahasa Portugis), abó (kakek/nenek), dll.

Bunyi hamzah (perpindahan dua vokal, baik yang sejenis maupun tidak) pada setiap kata Tetun, akan ditandai dengan penempatan apostrof (’). Misalnya to’os (kebun/ladang), di’ak (baik/sehat), ta’uk (takut), dll.




Berdasarkan pengamatan penulis terhadap sebagian besar kata serapan (dari bahasa Portugis) dan nonserapan pada sumber-sumber pustaka yang ada, dapat disimpulkan kaidah umum berikut ini:

Huruf c yang diikuti huruf a, u, atau o, serta huruf q pada setiap kata Portugis yang diserap diganti dengan huruf k. Misalnya condição >> kondisaun (kondisi); qualidade >> kualidade (kualitas).

Huruf c yang diikuti huruf e atau i, serta huruf ç pada setiap kata Portugis yang diserap diganti dengan huruf s. Misalnya censo >> sensu (sensus); educação >> edukasaun (pendidikan).

Huruf g yang diikuti huruf e atau i pada setiap kata Portugis yang diserap diganti dengan huruf j. Misalnya geral >> jerál (umum); ginástica >> jinástika (senam).

Huruf h pada awal kata hilang pada kata serapan. Misalnya hospital >> ospitál (rumah sakit).

Huruf –o pada akhir kata digantikan dengan huruf –u. Misalnya caso >> kazu (kasus).

Huruf rangkap ch diganti dengan huruf x. Misalnya chefe >> xefe (kepala/bos).

Huruf s di antara dua vokal diganti dengan huruf z. Misalnya presidente >> prezidente (presiden).

Huruf vokal rangkap –ão pada setiap kata Portugis yang diserap diganti dengan –aun. Misalnya condição >> kondisaun.

Akhiran –ismo menjadi –izmu. Misalnya terrorismo >> terrorizmu (terorisme).

Kata benda serapan dengan akhiran –u, –ór pada umumnya berpasangan dengan kata sifat dengan akhiran –u, atau –ór bila diikuti kata sifat yang berjenis kelamin. Misalnya kompostu kímiku = senyawa kimia; profesór eméritu = profesor emeritus; grupu ameasadór = kelompok yang mengancam.

Kata benda serapan dengan akhiran –a, –ora, –aun, –dade pada umumnya berpasangan dengan kata sifat dengan akhiran –a, atau –ora, bila diikuti kata sifat yang berjenis kelamin. Misalnya Igreja Katólika = Gereja Katolik; enerjia pozitiva = energi positif; peskizadora sientífika = peneliti ilmiah; aspirasaun polítika; fasilidade públika = fasilitas umum; profesora konservadora = guru wanita yang konservatif.

Berkaitan dengan kedua butir di atas, kata benda yang ‘asli’ (nonserapan) Tetun umumnya berpasangan dengan kata sifat dengan akhiran –u. Misalnya liafuan poétiku sira = kata-kata puitis; hanoin lójiku = pikiran yang logis; buat komplikadu = hal yang ruwet.

Semua kata benda serapan dapat diikuti kata-kata sifat nonserapan. Misalnya problema boot = masalah besar; esplikasaun badak = penjelasan singkat; nasaun hakmatek = bangsa yang tenteram; literatura rai-na’in = sastra pribumi.

Semua kata benda nonserapan dan serapan dapat diikuti semua kata sifat non’jenis kelamin’ (bukan –u, –a, –ór, atau –ora). Misalnya orgaun importante = organ penting; ema pesimista = orang yang pesimistis; moris sosiál = kehidupan sosial; komunikasaun orál = komunikasi lisan; parte vitál = bagian vital; hahalok simples = sikap yang sederhana; hahán prinsipál = makanan pokok; lian nasionál = bahasa nasional.

Sejumlah kata sifat serapan yang berjenis kelamin dapat mengikuti kata benda nonserapan. Misalnya mane garridu = laki-laki genit; feto garrida = perempuan genit; mane bonitu = laki-laki tampan; feto bonita = perempuan cantik.

Sejumlah kata sifat yang dengan akhiran –ór (yang dibentuk dari kata kerja serapan atau nonserapan dan akiran –ór) dapat mengikuti semua subjek, baik maskulin maupun feminin. Misalnya feto-raan gastadór = gadis pemboros; feto koaliadór = perempuan yang ceriwis; mane sisidór = pria yang banyak menuntut; katuas serbisudór = lelaki tua yang suka bekerja keras; ferik rezadór sira = para perempuan tua yang rajin berdoa.

Status

Sesuai dengan pasal 13 ayat 1 dan 2 Konstitusi RDTL tentang bahasa resmi dan bahasa nasional, yang berbunyi: 1. Repúblika Demokrátika Timór-Leste nia lian ofisiál maka Tetun no Portugés (Bahasa-bahasa resmi Republik Demokratik Timor-Leste adalah bahasa Tetun dan Portugis); 2. Estadu valoriza no dezenvolve Tetun no lian nasionál sira seluk (Negara menghargai dan mengembangkan bahasa Tetun dan bahasa-bahasa nasional lainnya), bahasa Tetun berstatus sebagai bahasa ko-resmi (dengan bahasa Portugis) dan bahasa nasional (bersama-sama dengan bahasa-bahasa nasional lainnya).

Penggunaan

Menurut sumber-sumber elektronik (siber), dalam masa perkembangannya, ketika bahasa Tetun belum mampu memenuhi fungsinya pada bidang-bidang kehidupan tertentu, ia ditopang oleh bahasa Portugis sebagai ko-bahasa resmi. Namun, upaya-upaya demi pemaksimalan fungsinya terus-menerus dilakukan. Kiranya kita dapat memaklumi panjangnya waktu yang dibutuhkan sebuah bahasa untuk dapat secara maksimal memenuhi kebutuhan para penuturnya. Bahasa lahir dari masyarakat penuturnya dan akan didewasakan oleh masyarakat itu pula. Kini, laksana sesosok bayi bahasa tulis, bahasa Tetun membutuhkan bimbingan dan tuntutan dalam perjalanan panjangnya. Diperlukan pula kesabaran dan rasa bangga yang tak pudar untuk mengantarnya ke masa depan.

Dewasa ini bahasa Tetun seakan-akan bukan bahasa asing di Indonesia karena terdapat cukup banyak warga negara kita – khususnya yang berasal dari Timor-Leste – yang menggunakannya sebagai bahasa ibu, atau bahasa kedua. Di Timor bagian barat, misalnya, kehadiran bahasa ini mulai terasa sejak kedatangan saudara-saudari dari ex Provinsi Timor Timur. Jadi, disadari atau tidak, pada saat ini bahasa Tetun juga sedang berkembang di Indonesia, di antara bahasa-bahasa lain yang tersebar di seluruh Nusantara.


Penulis: Peminat bahasa dan sastra, tinggal di Yogyakarta