Rabu, 02 September 2009

Bahasa Tetun: Bahasa Resmi Termuda di Planet Kita

OLEH: YOHANES MANHITU

Mengamati sebuah bahasa tulis yang sedang bertumbuh laksana sebutir padi ternyata sangat mengasyikkan, paling kurang dari sudut pandang seorang penikmat atau pemerhati bahasa. Bila Anda merasa tertarik untuk mengamati dan menyaksikan proses berkembangnya sebuah bahasa resmi yang baru, menurut hemat penulis, inilah saat yang paling tepat dan sebaiknya tak dilewatkan begitu saja, karena di ujung timur wilayah Indonesia, tepatnya di Timor-Leste, sedang berkembang bahasa Tetun (biasanya dieja Tetum dalam beberapa sumber asing).
Bahasa Tetun, bahasa Austronesia yang paling luas digunakan di Timor-Leste, kini menjadi salah satu bahasa terkemuka di negara tersebut sejak ditetapkan secara resmi dalam konstitusi negara baru ini. Walau secara de jure usianya masih sangat muda, secara de facto, bahasa ini telah lama memainkan peranan yang amat penting di negeri tersebut sebagai bahasa pengantar di antara penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Karena itu, dapat dipahami apabila di kemudian hari bahasa ini ditetapkan sebagai bahasa resmi.

Bahasa ini digunakan (pada umumnya secara lisan) di tiga wilayah terpisah: 1) sebuah bentangan wilayah dari Selat Ombai hingga Laut Timor dan dipisahkan oleh batas wilayah Timor Timur dan Timor Barat (wilayah berbahasa Tetun Belu) dan termasuk Atapupu dan Atambua (di wilayah Timor Barat), Balibo, Fatumean, Fohoren dan Suai (di wilayah Timor Timur); 2) daerah pantai selatan sekitar Alas, Luca dan Viqueque dan termasuk dua kerajaan tua Samoro dan Soibada (yang berbahasa Tetun Terik); 3) Kota Dili dan sekitarnya (Tetun Prasa).

Beberapa sumber dan bukti historis menyebutkan bahwa bahasa Tetun Prasa merupakan bentuk simplifikasi dari bentuk yang telah ada sebelumnya. Sejak orang-orang Portugis tiba di Dili, setelah meninggalkan Lifau (yang berbahasa Dawan/Baikenu/Uab Meto) di bawah pimpinan Antonio Jose Telles de Menzes pada malam 11 Agustus 1769 untuk menghindari ancaman orang-orang Topass (Portugis Hitam) di sana, bentuk simplifikasi inilah yang dijadikan bahasa pengantar dalam kegiatan perdagangan dan pergaulan di wilayah timur Pulau Timor ini. Disebutkan pula bahwa sejumlah misionaris Katolik telah menggunakannya sebagai bahasa pengantar dalam tugas pengabaran Injil (Evangelisasi). Semenjak tidak digunakannya lagi bahasa Portugis sebagai bahasa liturgis (sekitar tahun 1980), bahasa Tetun mengambil alih posisi ini. Dikatakan bahwa telah ada berbagai upaya penerjemahan ke bahasa Tetun sejak dahulu kala, terutama untuk keperluan ibadat Katolik.

Berbeda dari bahasa Tetun Belu – dialek bahasa Tetun yang digunakan di Kabupaten Belu, NTT – yang memiliki banyak kata pungutan dari bahasa Indonesia, bahasa Tetun Prasa memiliki sangat banyak kata pungutan dari bahasa Portugis. Misalnya: merkadu dari mercado (pasar); livru dari livro (buku); komunikasaun dari comunicação (komunikasi); nasaun dari nação (bangsa), dll. Bahkan struktur bahasanya pun sudah dipengaruhi oleh bahasa Eropa tersebut. Konon, ini merupakan hasil upaya Portugis untuk menyebarluaskan bahasanya pada paro kedua abad ke-19.

Sebelum kehadiran República Democrática de Timor-Leste/Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL), terutama ketika wilayah ini masih menjadi salah satu provinsi Indonesia, status bahasa Tetun Prasa sebagai bahasa metropolitan telah memberi kebanggaan tersendiri bagi mereka yang menggunakannya. Hal ini barangkali menjadi salah satu faktor yang menyebabkan bahasa ini menyebar relatif cepat ke berbagai pelosok Rai Timór Lorosa’e (sebutan lain untuk Timor-Leste). Tidak sedikit orang yang menggunakannya dalam berbagai situasi kehidupan sehari-hari di samping bahasa daerah mereka sendiri dan bahasa Indonesia. Di dalam masyarakat multibahasa seperti di Timor-Leste, bilingualisme dan multilingualisme boleh dipandang sebagai hal yang lumrah.

Bahasa Tetun termasuk bahasa yang relatif mudah dipelajari, khususnya bagi orang Indonesia, karena alasan-alasan umum berikut ini:

Struktur bahasa sangat mirip dengan yang dimiliki bahasa Indonesia. Misalnya:

Ha’u hakerek surat ida ba ha’u-nia doben = Saya menulis (sepucuk) surat untuk kekasih saya.

Ami lakohi sa’e kuda ho labarik sira = Kami tidak mau menunggang kuda dengan anak-anak.

Tansá mak imi la mai sedu? = Mengapa kalian tidak datang lebih awal?

Tidak adanya tenses yang “ketat”, seperti dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa Eropa yang lain. “Waktu” dalam kalimat ditunjukkan dengan kata keterangan waktu dan kata kerja bantu. Misalnya:

Horisehik sira estuda inglés = Tadi malam mereka belajar bahasa Inggris.

Agora nia joga bola = Sekarang dia sedang bermain bola.

Aban ami sei bá (iha) univeridade = Besok kami akan pergi ke universitas.

Bainaka sira hemu tiha ona = Para tamu sudah minum.

Jumlah imbuhannya sedikit dan mudah dihafal. Misalnya:

Sira toba ona = Mereka sudah tidur. Nia seidauk hatoba bebé = Ia belum menidurkan bayi.

Sé mak sunu uma ida-ne’e? = Siapa yang membakar rumah ini? Uma ida-ne’ebá la naksunu = Rumah itu tidak terbakar.

Nia sura loron no kalan = Ia menghitung siang dan malam. Ó-nia sasurak sala = Perhitunganmu salah.

Keta halo ami susar = Jangan buat kami susah. Hadi’a lai ó-nia hahalok = Perbaikilah perbuatanmu. Nia mak mahalok loos = Dia adalah pembuat yang sesungguhnya.




Karena alasan-alasan di atas, kebanyakan orang luar yang pernah bermukim di Timor-Leste bisa – paling kurang secara pasif – mengerti bahasa ini. Seorang asing/pendatang baru yang cepat beradaptasi dengan budaya lokal, misalnya dengan rajin menghadiri misa dalam bahasa Tetun (bagi yang beragama Katolik), gemar berdansa dan menyukai musik Tetun, atau turut dalam aktivitas sosial lainnya, akan segera mahir berbahasa Tetun. Bagi seseorang di luar RDTL, media internet dapat mempermudah usahanya untuk belajar bahasa tersebut. Penutur bahasa Tetun yang cukup banyak di Indonesia pada umumnya senang bila diajak bercakap-cakap dalam bahasa mereka. Dan kemungkinan tidak sedikit pula warga Indonesia non-Timor-Leste yang pernah bermukim di Timor-Leste dapat berbahasa Tetun.

Berdasarkan pengamatan penulis terhadap berbagai sumber media siber, dapat dikatakan bahwa bahasa Tetun di Timor-Leste berkembang pesat. Hal ini dapat dibuktikan dengan kian bertambahnya jumlah kosa kata baru – terutama dari bahasa Portugis – yang diadopsi ke dalam bahasa Tetun dari waktu ke waktu, terlebih setelah berdirinya negara baru Timor-Leste.

Dialek

Perlu kita melihat beberapa dialek bahasa Tetun. Cliff Moris (sebagaimana tercantum pada sebuah situs internet) telah mengelompokkan dialek-dialek tersebut ke dalam kategori berikut:

Tetun Loos (Tetun Murni/Tulen)

Dialek ini digunakan oleh para penutur di sekitar Soibada dan Kerajaan Samoro serta di sepanjang pesisir antara Alas dan Luca.

Tetun Terik

Digunakan di wilayah baratlaut dan timurlaut Timor Timur dan Timor Barat. Dialek ini sangat dekat dengan Tetun Belu.

Tetun Belu

Digunakan di wilayah baratdaya Timor Timur dan juga tenggara Timor Barat.

Tetun Prasa/Tetun Dili

Adalah dialek yang digunakan di Dili, berstatus dialek metropolitan, bersifat lebih sederhana dalam strukturnya serta diperkaya dengan kosakata dari bahasa Portugis – yang jumlahnya semakin banyak – dan bahasa Tetun Terik. Dialek inilah kemudian berkembang dan distandardisasi menjadi bahasa resmi.

Ejaan

Hingga saat ini banyak tulisan yang menggunakan ejaan yang berbeda-beda walaupun telah ada ejaan baku (ortografia patronizada) bahasa Tetun, sebagaimana yang tertera pada Matadalan Ortográfiku ba Lia-Tetun dan sumber-sumber resmi lain yang diterbitkan Instituto Nacional de Linguística, lembaga kebahasaan resmi yang bertanggung jawab penuh atas pengembangan bahasa Tetun di Timor-Leste. Dan untuk menghindari kebingungan pengucapan dan penulisan, kami mencoba menolong para pembaca dengan petunjuk-petunjuk berikut:

Bunyi vokal panjang pada setiap kata Tetun akan ditandai dengan vokal rangkap aa, ee, ii, uu, atau oo. Misalnya aas (tinggi), bee (air), liis (bawang), nuu (kelapa), atau nonook (diam).

Tekanan/aksen vokal pada setiap kata Tetun (baik asli maupun serapan) akan ditandai dengan aksen akut: á, é, í, ú, atau ó. Misalnya manán (menang), nasionál (nasional), portugés (bahasa Portugis), abó (kakek/nenek), dll.

Bunyi hamzah (perpindahan dua vokal, baik yang sejenis maupun tidak) pada setiap kata Tetun, akan ditandai dengan penempatan apostrof (’). Misalnya to’os (kebun/ladang), di’ak (baik/sehat), ta’uk (takut), dll.




Berdasarkan pengamatan penulis terhadap sebagian besar kata serapan (dari bahasa Portugis) dan nonserapan pada sumber-sumber pustaka yang ada, dapat disimpulkan kaidah umum berikut ini:

Huruf c yang diikuti huruf a, u, atau o, serta huruf q pada setiap kata Portugis yang diserap diganti dengan huruf k. Misalnya condição >> kondisaun (kondisi); qualidade >> kualidade (kualitas).

Huruf c yang diikuti huruf e atau i, serta huruf ç pada setiap kata Portugis yang diserap diganti dengan huruf s. Misalnya censo >> sensu (sensus); educação >> edukasaun (pendidikan).

Huruf g yang diikuti huruf e atau i pada setiap kata Portugis yang diserap diganti dengan huruf j. Misalnya geral >> jerál (umum); ginástica >> jinástika (senam).

Huruf h pada awal kata hilang pada kata serapan. Misalnya hospital >> ospitál (rumah sakit).

Huruf –o pada akhir kata digantikan dengan huruf –u. Misalnya caso >> kazu (kasus).

Huruf rangkap ch diganti dengan huruf x. Misalnya chefe >> xefe (kepala/bos).

Huruf s di antara dua vokal diganti dengan huruf z. Misalnya presidente >> prezidente (presiden).

Huruf vokal rangkap –ão pada setiap kata Portugis yang diserap diganti dengan –aun. Misalnya condição >> kondisaun.

Akhiran –ismo menjadi –izmu. Misalnya terrorismo >> terrorizmu (terorisme).

Kata benda serapan dengan akhiran –u, –ór pada umumnya berpasangan dengan kata sifat dengan akhiran –u, atau –ór bila diikuti kata sifat yang berjenis kelamin. Misalnya kompostu kímiku = senyawa kimia; profesór eméritu = profesor emeritus; grupu ameasadór = kelompok yang mengancam.

Kata benda serapan dengan akhiran –a, –ora, –aun, –dade pada umumnya berpasangan dengan kata sifat dengan akhiran –a, atau –ora, bila diikuti kata sifat yang berjenis kelamin. Misalnya Igreja Katólika = Gereja Katolik; enerjia pozitiva = energi positif; peskizadora sientífika = peneliti ilmiah; aspirasaun polítika; fasilidade públika = fasilitas umum; profesora konservadora = guru wanita yang konservatif.

Berkaitan dengan kedua butir di atas, kata benda yang ‘asli’ (nonserapan) Tetun umumnya berpasangan dengan kata sifat dengan akhiran –u. Misalnya liafuan poétiku sira = kata-kata puitis; hanoin lójiku = pikiran yang logis; buat komplikadu = hal yang ruwet.

Semua kata benda serapan dapat diikuti kata-kata sifat nonserapan. Misalnya problema boot = masalah besar; esplikasaun badak = penjelasan singkat; nasaun hakmatek = bangsa yang tenteram; literatura rai-na’in = sastra pribumi.

Semua kata benda nonserapan dan serapan dapat diikuti semua kata sifat non’jenis kelamin’ (bukan –u, –a, –ór, atau –ora). Misalnya orgaun importante = organ penting; ema pesimista = orang yang pesimistis; moris sosiál = kehidupan sosial; komunikasaun orál = komunikasi lisan; parte vitál = bagian vital; hahalok simples = sikap yang sederhana; hahán prinsipál = makanan pokok; lian nasionál = bahasa nasional.

Sejumlah kata sifat serapan yang berjenis kelamin dapat mengikuti kata benda nonserapan. Misalnya mane garridu = laki-laki genit; feto garrida = perempuan genit; mane bonitu = laki-laki tampan; feto bonita = perempuan cantik.

Sejumlah kata sifat yang dengan akhiran –ór (yang dibentuk dari kata kerja serapan atau nonserapan dan akiran –ór) dapat mengikuti semua subjek, baik maskulin maupun feminin. Misalnya feto-raan gastadór = gadis pemboros; feto koaliadór = perempuan yang ceriwis; mane sisidór = pria yang banyak menuntut; katuas serbisudór = lelaki tua yang suka bekerja keras; ferik rezadór sira = para perempuan tua yang rajin berdoa.

Status

Sesuai dengan pasal 13 ayat 1 dan 2 Konstitusi RDTL tentang bahasa resmi dan bahasa nasional, yang berbunyi: 1. Repúblika Demokrátika Timór-Leste nia lian ofisiál maka Tetun no Portugés (Bahasa-bahasa resmi Republik Demokratik Timor-Leste adalah bahasa Tetun dan Portugis); 2. Estadu valoriza no dezenvolve Tetun no lian nasionál sira seluk (Negara menghargai dan mengembangkan bahasa Tetun dan bahasa-bahasa nasional lainnya), bahasa Tetun berstatus sebagai bahasa ko-resmi (dengan bahasa Portugis) dan bahasa nasional (bersama-sama dengan bahasa-bahasa nasional lainnya).

Penggunaan

Menurut sumber-sumber elektronik (siber), dalam masa perkembangannya, ketika bahasa Tetun belum mampu memenuhi fungsinya pada bidang-bidang kehidupan tertentu, ia ditopang oleh bahasa Portugis sebagai ko-bahasa resmi. Namun, upaya-upaya demi pemaksimalan fungsinya terus-menerus dilakukan. Kiranya kita dapat memaklumi panjangnya waktu yang dibutuhkan sebuah bahasa untuk dapat secara maksimal memenuhi kebutuhan para penuturnya. Bahasa lahir dari masyarakat penuturnya dan akan didewasakan oleh masyarakat itu pula. Kini, laksana sesosok bayi bahasa tulis, bahasa Tetun membutuhkan bimbingan dan tuntutan dalam perjalanan panjangnya. Diperlukan pula kesabaran dan rasa bangga yang tak pudar untuk mengantarnya ke masa depan.

Dewasa ini bahasa Tetun seakan-akan bukan bahasa asing di Indonesia karena terdapat cukup banyak warga negara kita – khususnya yang berasal dari Timor-Leste – yang menggunakannya sebagai bahasa ibu, atau bahasa kedua. Di Timor bagian barat, misalnya, kehadiran bahasa ini mulai terasa sejak kedatangan saudara-saudari dari ex Provinsi Timor Timur. Jadi, disadari atau tidak, pada saat ini bahasa Tetun juga sedang berkembang di Indonesia, di antara bahasa-bahasa lain yang tersebar di seluruh Nusantara.


Penulis: Peminat bahasa dan sastra, tinggal di Yogyakarta

1 komentar:

fadli mengatakan...

aihhhhh... jettu mau hau la susar fali