Selasa, 18 Agustus 2009

Coretan Dari Sebua Perjalanan

Embun dikala senja, bayang-bayang datang mentari terbedam dan berjanji esok pagi datang lagi.
Adakah janjimu seperti janji mentari esok pagi datang lagi
Apakah ada yang bertanya kemana jajiku.
………………………………………………………………………………..
Kalaupun ada yang lebih kaya tak berarti dia lebih mulia
Kalaupun ada yang lebih mulia takkan kuhapus dia dari lembar bahagia
Sanjungku tinggi untuk seorang, sang pahlawan hidupku
Bagiku engkaulah malaikatku



Tak kusangka catatan perjalanan hidupku tidak semanis ini.. Tidak bisa kubayangkan apabila dulu dia bukan malikatku, pasti saat ini tidak dapat kugores lembar ini dengan senyum bahagia. Namun, dengan basah keringat dan tumpukan rasa lelah ditubuhku. Seribu ucap syukur kupanjatkan pada Allah swt. Setidaknya harapan itu tetap ada, meskipun Dialah yang akhirnya juga membawaku kemana.

Aku memang tak seberuntung teman-temanku, tapi aku lebih beruntung karena aku lebih mengerti arti hidup yang sebenarnya. Hanya cengkeh yang selama ini menopang hidupku. Namun aku bersyukur, meski aku anak orang tak mampu aku masih diberi kesempatan untuk melanjutkan sekolah dari tahap ke tahap.

Saat itu seragam merah putih masih menjadi keseharianku. Setiap harinya aku berjalan menyusuri jalan dan lorong desaku yang berada diantara rumah-rumah yang berdinding pelapah rumbiah dan beratap daun rumbiah demi untuk sampai ke sekolah. Aku bukan bintang di sekolah SD itu. Raporku hanya dihiasi oleh angka satu atau dua dibagian bawahnya, aku tertingal oleh kawan-kawan sekelas…ini bukan kali pertama aku ditingalakan oleh kawan-kawan…Meraka berada di kelas tiga aku masih berada di kelas satu…ocehan dan ejakan selalu dialamatkan kapada aku. Namun, bagi ortu aku itu bukan hambatan untuk merai cita-cita, saat itu aku tak perna bercita-cita untuk sesuatu yang belum aku mengerti. Pesan moral dari ortu adalah pandangan masa depan dan berpikirlah untuk masa depan. Aku baru tersadar dari mimpa dalam tidur yang panjang, semangat dan harapan ortu selalu menjadi motifasi dalam merai mimpi-mimpi itu, kali ini aku mengejar mimpi itu demi kenyataan.

Mungkin rasa kasihan atau penilayan guruku berdasarkan hati untuk menulis angka-angka di rapotku. Sampai akhirnya aku menginjak kelas tiga kali ini aku merasa terlepas dari ocehan kawan-kawan disekeliling, walaupun aku berada di kelas tiga aku menjadi aikon kelas sebagai seorang yang tak pandai membaca dan menghitung.. Namun, aku selalu berusaha untuk bisa membaca dan menghitung, dan akhirnya semua halangan itu bisa dilalui berkat bimbingan Ortu dan abang-abang aku….setalah kelas lima aku kembali menjadi aikon kelas kali ini menjadi seorang bintang baru karena coretan angka-angka dalam rapotku yang membuat ortu bangga atas prestasiku… Kesempatan ini aku tidak sia-siakan untuk merai ankang-angka yang boleh membuat ortu bangga..Ketika saat kelas enam membuat aku akang sadar betapa pentingnya pendidikan bagi diruku, memori yang tak pernah telupakan dalam perjalanan pedidikanku saat dimana ibuku begitu bersyukur dan begitu bersemangat. Ketika pengumuman hasil ujian akhir dimana aku sebagai lulusan terbaik di antara kawan-kawan seangkatan.

Kegembiraan ortu membuat mereka untuk berpikir lain, kali ini keinginan meraka untuk menyekolahkan aku ke kota. Merasa bingung yang teramat sangat ketika aku harus ke kota. Akhirnya Aku hijra ke kota Ambon, di kota Ambon telah menanti harapan dan tantangan yang aku harus lalui demi harapan ortuku…Aku terdaftar sebagai siswa SMP 13Ambon. Sebelum berganti menjadi SLTP 14 Ambon...karena tempat tingalku begitu dekat dengan sekolah, aku tak perlu biaya untuk transport…sebuah rumah yang berdiding papan dan beratap rumbiah berukuran 8 x 5 milik milik abang aku disinilah tempat kami berteduh dari teriknya mentara dan dinginya hujan, rumah dengan ukuran 8x5 ini terdapat dua kamar, dapur serta ruang tamu..di ruang tamu inilah tempat aku untuk sesaat menutup mata dikala malam hari.

Bingung saat melangkah menuju ke bangku sekolah dikala aku harus bersaing untuk merai harapan yang selama ini aku impikan, dengan mana setelah ini. Sejujurnya ketika itu aku ingin sekali mendobrak gerbang pendidikan untuk menjadi seorang anak kampung yang berada digaris depan sebagai pemimpin laskar-laskar pemberontak harapan bangsa untuk merai kejayaan dalam dunia ilmu pengetahuan. Waktu demi waktu aku lalui di kelsa satu SMP lembaran kerta putih digoris tintah hitam untuk merangkai tulisan adalah hobiku, anak rumahan pagilan oleh kawan-kawan terhadap aku, buku setidaknya menjadi kawan untuk mengisi kekosongan isi kepala yang kelaparan akan ilmu pengetahuan. Saat mendebarkan telah sampai pada puncak kegelisaan, hari pembagian rapot telah ditentukan oleh dewan guru, tiba waktunya pembagian rapot semua orang tua di undang menilai dan melihat prestasi anak mereka, kali ini bukan orang tuaku menghadiri acara ini tetapi istri abang aku sebagai wali untuk mewakili ortu. Sebelum rapot ditujukan kepada aku, aku mendapat beberapa materi ceramah dari istri abang ceramah tanpa titik dan koma, kata memujipun tak telintas dalam isi ceramah itu. Dalam isi rapot terlihat angka-angka seperti lilitan tali yang berbentuk angka enam dan angka tujuh, dibawa goresan angka-angka itu terdapat goresan tanga yang indah bagaikan pelagi melintasi lautan peringat ke 24 dari 30 siswa. Harapan untuk mendobrak gerbang itu telah musna, saat itu aku merasa hanya sebagai seorang serdadu garis depan yang bersembunyi dibawah rindangya pohon-pohon akasia taman sekolah.

Harapan yang membara itu telah hilang bagaikan lembaran kertas dibakar oleh kobaran api yang tertiup oleh angin kekecewaan, untuk merai mimpi orang tua aku tetep melajutkan pendidikan walau aku terkadang bersekolah di bawah pepohonan dan selah-selah dinding rumah orang…..bolos sekolah adalah hobi kesaharian, aku begitu menikmati duniaku, kali ini aku bukan lagi anak rumahan, terkadang masuk sekolah hanya untuk menujukan wajah sebagai seorang siswa, beberapa kawan yang sehobi denganku menjadi akrab. Hobi bolos sekolah menjadi santapan yang nikmat sehinga aku berada di kelasa tiga SMP. Ceramah-ceramah keluarga yang dialamatkan kepadaku, bagiku adalah ocehan angin lalu. Sewaktu mendekati ujian akhir nasional aku merasa ketakutan akan kata tidak lulus. Pada tahun 1999 kota Ambon dilanda konflik sosial, aku berserta seluruh keluarga berda di desa. Saatnya aku kembali ke Ambon untuk mengikuti ujian akhir, kali ini di sekolahku beratus-ratus murid yang aku tak kenal murid-murid tersebuta adalah anak-anak yang dimutasikan oleh sekolah mereka, tidak ada alasan untuk sekolah kami menolak anak-anak itu satu-satunya sekolah yang berada di lingkungan kaum muslim. Mungkin kali ini penilaian guru-guru berdasarkan faktor fisiokologis atau penilaian berdasarkan faktor keadaan morak-marit letusan senapan dan detuman bom, aku merasa saatnya nanti aku lulus karena penilain kali ini bukan penilaian yang rasional dan objekit berdasarkan kemampuan siswa (maaf pandangan aku saat itu). Alhamdulilah akhirnya aku lulus dalam ujian akhir itu.

Kebingungan dan kebimbangan kembali terjadi dimana dunia pendidikan terporak poranda dengan ego orang-orang yang hanya ingin merai kepentingan merek, pengorbankan jiwa-jiwa orang yang tak berdosa seiraman dengan berjalanannya waktu. untuk melanjutkan pendidikan di tingkat SMA semakin tak jelas, beratus-ratus kawan yang dulunya berjuang bersama di bangku SMP merekapun hengkan ke daerah lain untuk melajutkan pendidikan. Sementara aku yang berasal dari keluaraga paspasan bisa bergulat dengan detuman bom, harapan dan mimpi yang selama ini tercoret dalam lembaran-lembaran kulit buku hanya bisa pasrah kepada kedaan yang ada. Untuk melanjutkan pendidikan aku mendaftar di SMA Muhamadiya, karena SMA yang ada dilingkungan muslim hanya SMA Muhamadiya dan Madrasa Aliah, aku memilih SMA Muhamadiya, di SMA Muhamadiya aku hanya beberapa hari berada di sekolah itu.

Selang beberapa hari bersokalah di SMA Muhamadiya aku mendengar informasi dari kawan bahwa ada pembukan SMAbaru, namun kawan pun tak tau dimana lokasi SMA ini berada, kami menuju SMP 14 Ambon di sana telah berada seorang guru yang telah siap dengan beberapa lembaran kertas untuk menulis nama para siswa yang ingin melajutkan pendidikan ke SMA, aku terdafta sebagai seorang sisiwa di SMA itu, SMA ini kerap di sebut sebagai SMA rakita karena SMA rakita ini dirakit berdasarkan kondisi pendidikan saat itu, ide pejuang-pejuang pendidika itu untuk melindungi generasi masa depan. Sebenarnya SMA ini bernama SMA 3 Ambon Sentara Galungung. Disini terkumpul beribu-ribu siswa kami merupakan siswa yang pertama kali merasakan pendidikan di tingkat SMA sementara senior kalas dua dan tiga meraka pernah duduk di bangku SMA yang lain. Guru-gurunya berasal dari sekoalah-sekolah yang berbeda. Kami bersekolah tak layaknya sekolah-sekolah lain yang berada di wilayah Nusantara, setiap terdengar detupan bom dan letusan senapa kami selalu dihimbau untuk kembali ke rumah, tetapi esok harinya beberapa kawan yang tak lagi kembali ke sekolah untuk selamanya mereka tak kembali bukan berati terhempit oleh keadaan ekonomi tetepai mereka telah diterjang oleh tima panas yang menusuk tubuh mereka.

Keadaan ini berlanjut sampai aku berada di kelas dua, seiring dengan waktu akupun berada di kelasa tiga, hal yang pernah melanda aku pada SMP dulu kini terjadi lagi ketika aku berada di kelas tiga SMA bolos sekolah kembali menjadi hobi aku, sampai beberapa kawan sekelaspun tak mengenal aku terkadang mereka menanyakan kamu kelasa berapa sekarang, diantara deretan pertokoan di pasar Batu Merah adalah tempat aku dan beberapa kawan bersekolah di pasar batu merah ini aku banyak mempunyai kawan yang hobi keseharian mereka menipu demi sesuap nasi. Masa-masa itu aku lalui dengan fenomena kehidupa yang lain aku menjadi seorang anak pasar yang bersatus sebagai siswa SMA, sementara kawan yang lain adalah anak pasar yang bersatus pereman pasar…???. Ujian aku lalui dengan kemampuan berpikir dengan mengunakan metode imajenasi dan nyotek, saat dimana pembitahuan hasil ujian aku pun ikut lulus.

Setalah lulus dari SMA entah kenapa aku sangat yakin akan melanjutkan kuliah tahun ini (2002) juga dan perguruan tingi yang aku tuju adalah Universitas Pattimura Ambon satu-satunya Universitas negeri di Maluku juga merupakan Universitas paforit bagi kawan-kawan yang ingin melajutkan kuliah di Maluku. Bermodalkan keyakinan itu dan rasa “Nekat” tentunya sebuah keputusan penting harus kubuat saat itu. Kuputuskan saat itu untuk mengikuti ujian seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB), sekedar uang untuk membeli formulirnya saja aku pun tak punya. Tak disangka ternyata sahabtku sewaktu di SMA, memberiku selembar formulir. Aku memutuskan untuk menerimanya karena aku memang benar-benar membutuhkannya untuk melanjutkan pendidikanku di perguruan tinggi, namun apabila aku melihat keadaan ekonomi orang tuaku yang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tak cukup, niat itu hanya bisa menjadi gumamku, Namun sejujurnya aku sangat ingin melanjutkan ke perguruan tinggi favorit di negeri ini. Setelah sebulan lamanya kumenanti pengumuman itu, akhirnya datang juga hari yang menjadi puncak kebahagiaan ribuan calon mahasiswa yang akan diterima di perguruan tingi itu. Hari Kebahagian itu tidak berpihak kepada aku kerana beberapa lembara kertas hasil tes aku balik-balik ternyata nama aku tak tertera didalamnya, kekecewaan menyelumuti dan membungkus hati sekan-akan merasa hampa harapa ini, kahirnya aku memutuskan untuk berheti untuk melajutkan ke perguruan tingi, tepi keingina orang tua berbeda dengan aku mereka tetep menginginkan aku lanjut ke perguruan tingi demi untuk menyenagi hati mereka aku mengikuti program penerimaan mahasiswa tahap kedua di Universitas yang sama, aku pun dinyatakan lulus dalam seleksi peneriamaan tersbut. Ini menjadi titik awal perjuanganku saat itu.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik merupaka pilihanku dan aku tercatatan sebagai mahasiswa Ilmu pemerintahan, beberapa mingun di fakultas ini kami di gembeleng (ospek), didoktrin oleh seneor-seneor berdasarkan pengetahuan mereka terkadang mereka berlaga di hadapan kita bagaikan pilot yang kopinya lupa dibayar, aku kadang-kala jenuh dengan materi yang diberikan oleh para seneor. Namun disini bisa memahami dinamika dunia kampus, semester-semester awal aku lalui dengan begitu semangat setiap pagi aku harus bangun pagi untuk mengikuti kuliah pukul tuju pagi, aku merasa begitu indahnya pendidikan dan begitu pentingnya pendidikan untuk membangun karakter pribadiku. Pada saat mahasisiwa aku bergabung di organisasi eksternal kampus yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) beberapa jabatan pernah aku pegang seperti ketua rayon PMII Fisip Unpatti, ketua komisariat PMII Unpati dan pengurus PMII cabang Ambon, sementara organisasi intra kampus yang perana aku ikuti yaitu sebagai pengurus haraian dewan perwakilan mahasiswa Fisip Unpatti, masa-masa sebagai mahasiswa selalu teringat dalam memoriku dikelasa aku dikenal sama kawan- kawan sebagai mahasiswa yang vokal dikelas. Empat tahun sudah aku bergulat dengan dinamika kampus, diakhir masa studi kawan satu persatu telah pergi menigalkan aku dari dunia kampus mereka telah menyandang gelar sarjana semetara aku masi terus mengorek bagian lain dari Ilmu pengetahuan, diakhir tahun 2006 aku mendaftar sebagai salah seorang peserta ujian akhir demi untuk mendapat gelar sarjana, pada tangal 15 Maret 2007 aku duduk di kursi pesakitan untuk mendengar pertanyaan dari pembimbing dan penguji sementara di luar ruangan terdapat beberapa kawan yang memberi semangat kepada aku, sepuluh pertanyaan yang dilontarkan kepada aku, aku jawab dengan sempurna aku tercatata sebagai perserta ujian terbaik pada saat itu, pada jam satu saat itu aku tercatatn sebagai seorang sarjana Sosial.

Harapan orang tau yang mengginkan aku sebagai seorang sarjana telah aku penuhi, tangu jawab aku sebagai seorang sarjana semakin berat apakah aku tercipta sebagai seorang serjana pengangguran ataukah….?? Dua hari kemudian aku diminta sebagai seorang pembantu di dinas kauangan Kabupaten Seram Bagian Barat, aku bersyukur mungkin disanalah tempat aku menyambung hidup, empat bulan lamanya aku bekerja disana dengan sedikit keahlian dan pengetahuan aku miliki, kali ini perjuanganku bukan samapai disitu pada bulan kelima berkat jasa orang tuaku aku mendapat tawaran baru kali ini aku harus kembali sebagai seorang mahasiswa, tawaran ini membuatku begitu bersemangat karan aku tak perna bermimpi apalagi bercita-cita untuk melanjutkan studi ke jantung negeri maupun ke luar negara, tawaran ini aku tak sia-siakan apalagi tawaran mengikuti studi di negara jiran. Saat tulisan ini dimuat aku masih tercatata sebagai seorang mahasiwa pasca sarjana di Instutut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) yang telah masuk pada semester akhir, Syukur dan terima kasi kupajatkan kepada kepada kehadirat Allah swt.

Tidak ada komentar: