Rabu, 19 Agustus 2009

Perjalanan Portugis Di Maluku


Maluku merupakan salah satu Propinsi tertua dalam sejarah Indonesia, dikenal memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Secara historis kepulauan Maluku terdiri dari kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai pulau-pulau tersebut. Nama Maluku sendiri berasal dari kata Al Mulk yang berarti Tanah Raja-Raja.

Hitam manis rambut keriting, indentik dengan gambaran wajah cantik kepulauan Maluku. Provinsi ini baru saja lepas dari belenggu konflik antar agama yang panjang. Kini, Provinsi dengan Ambon mulai berbenah diri membangun kembali kegiatan wisata yang sempat terhenti, terutama di sekitar kota Ambon. Dengan luas wilayah sekitar 712.479,6 km2, Provinsi Maluku memiliki sejarah panjang akibat basil buminya yang melimpah, terutama rempah-rempah. Adalah para pelaut Cina yang pertama mendarat di pulau-pulau di Maluku dalam rangka perdagangan rempah-rempah pada abad ke-7. Baru pada abad ke-9, datanglah para pedagang dari Timur Tengah. Hingga abad ke-12 dan 14, secara bergantian, kerajaan Sriwijaya dan Majapahit menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku.

Misi bangsa Portugis dipimpin oleh Bartholomeu Dias, seorang pelaut Portugis yang mendapatkan perintah dari Raja Portugis. Pada tahun 1488, Bartholomeu Dias berhasil sampai Tanjung Harapan di ujung selatan Benua Afrika. Namun ia tidak bisa melanjutkan misi perjalanan karena kerusakan kapal. Perjalanan selanjutnya dilakukan oleh Vasco da Gama yang mendarat di Calicut atau India pada tahun 1498. Dari India, pada tahun 1510, Portugis mengirim misi ekspedisi ke timur yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Pada tahun yang sama armada de Albuquerque sampai di Goa, India bagian selatan. Di Goa, de Albuquerque mendengar cerita tentang kekayaan daerah Malaka. Pada tahun 1511, Alfonso de Albuquerque bersama pasukannya menyerang Malak dan berhasil.

Dari Malaka, ekspedisi bangsa Portugis meneruskan perjalanan ke timur di bawah pimpinan Francisco Serro. Bangsa Portugis akhirnya sampai di Ternate, Maluku Utara pada tahun 1512. Setelah menguasai Malaka dan Maluku, bangsa Portugis bermaksud memperluas kekuasaannya ke Pulau Sumatera yang kaya akan lada, Namun usaha dalam merebut pulau Sumatra kurang berhasil karena terdapat Kerajaan Aceh yang mendominasi perdagangan lada di pulau Sumatra. Bangsa Portugis juga memperluas perdaganganya ke Pulau Jawa. Setelah Portugis berhasil menguasai Malaka, pada 1512 Afonso de Albuquerque. Desember 1511, M de Albuquerque, wakil negara Portugis yang berkedudukan di Malaka pertama kalinya mengirimkan ekspedisi tiga kapal menuju wilayah Maluku untuk mencari rempah-rempah. Diikuti oleh Antonio de Abreu dan Fransesco Serrao tiba di Ternate pada tahun 1512. Pada tahun 1521, bangsa Spanyol tiba dengan Kapal Victoria dan Trinidad di Tidore.

Pada tahun 1513, bangsa Portugis mendarat di kepulauan Ambon yang merupakan penghasil cengkeh, tempat ini sekaligus juga merupakan pintu masuk wilayah tersebut . Kemudian dibangunlah sebuah benteng Portugis berikut dengan adanya beberapa peraturan keamanan, yang dibantu oleh sekelompok pemeluk baru agama Kristen yang berfungsi pula sebagai penyangga, dimana mereka bermukim dan berpusat disekitar benteng tersebut, yang kemudian menjadi kota Ambon (ibukota propinsi Maluku yang sekarang).

Mulailah terjadi persaingan hingga menimbulkan perang antara Portugis dan Spanyol. Pada tahun 1522, Portugis yang dipimpin Antonio de Brito berhasil mengusir Spanyol Setelah Spanyol meninggalkan Tidore, bangsa Portugis mulai memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Ternate ini. Maka timbulah perlawanan rakyat dari keempat kesultanan dalam melawan monopoli perdagangan. Hal itu juga terjadi saat bangsa lain datang seperti Inggris dan Belanda dengan niat yang lama hingga peperangan melawan penjajah melahirkan beberapa pahlawan nasional

Pada abad ke-16, bangsa-bangsa Eropa mulai datang dan menguasai perdagangan di Maluku. Pertama-tama Portugis, yang datang sambil mengemban misi keagamaan yang dibawa oleh Santo Fransiskus Xaverius. Baru pada abad ke-17 Belanda hadir di Maluku. Sejak itulah kisah heroik perjuangan mengusir penjajah Belanda mulai bergulir. Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya Maluku. Pengaruh Portugis di wilayah Maluku berdasarkan Sumber data dan peninggalan-peninggalan sejarah berciri Portugis sangat kuat mengakar di wilayah ini (lihat Paramita R. Abdurrachman 2008).

Dalam usaha mendapatkan rempah- rempah, bangsa Lusitania telah memusatkan perhatian mereka pertama-tama kepada kepulawan Maluku dan Banda yang merupakan pusat penghasilan cengkeh dan pala. Baru kemudian, justrus usaha monopoli, penyelundupan cengkeh dari Ternate sebagai produsen cengkeh menurun, maka cengkeh dari Pulau Seram dan Pulau Ambon lebih berarti. Dalam usaha menguasai suatu daerah di mana Portugis dapat tinggal dengan aman dan dapat berdagang dapat juga diduga sebagai factor keseimbangan terhadap kekuasaan kesultanan Ternate. Pusat perdagangan Portugis menjadikan Pulau Ambon sebagai daerah kekuasaannya, perhataian pihak Portugis bukan saja Pulau Ambon namun juga pulau-pulau di sekitaranya seperti Pulau Seram, Buru, Leasa dan pulau-pulau yang ada disekitaranya.

Peninggalan Portugis telah berkumpul di kepulawan Maluku, dalam riwayat portugis ke kepulawan Maluku terutama Ternate, Ambon-Lease dan bagian dari Tidore dan Seram, dimana pada suatu waktu telah terdapa benteng-benteng dan Bandar dagang yang menjadi pemusatan bagi Portugis. Peninggal di Pulau Ambon merupakan suatu kasus tersendiri, yang jelas dalam hubungan timbal-balik antara orang Portugis dan orang pribumi, Politik raja-raja Portugis sebagaimana yang telah diperbaharui oleh Henry Pelaut, ialah pembentukan feitoria (kota perdagangan), menghadiahkan tanah (doacao) companhia dan monopoli di Maluku yang memerlukan tenaga kerja dari pihak Portugis yang bekerja sama dengan orang pribumi untuk mengokohkan politik meraka di tanah Maluku. Raja Muda Alfonso, semasa pemerintahanya (1509-1515) menganjurkan secara tegasa, agar mereka yang turut dalam perdagangan rempah-rempah sebaiknya kawin dengan pribumi, dengan kemikina kepentinagan Portugis dapat dijami oleh orang-orang yang hatinya tetep dan tidak cepat-cepat kembali ke tanah airnya, melaikan memanam akar di negeri baru, dan kemudia nanam akar bagi kepentingan Portugis. Menurut pihak portugis kebijakan ini merupakan jalan terbaik untuk tetep mengekalkan kuasanya di Maluku

Peningalan Portugis yang bersifat sejarah atau peningalan-peningalan yang menjadi tapak tilas kejayaan Portugis di Maluku, juga terfokus kepada bahasa yang hinga kini masih digunakan pada masyarakat Maluku ( bahasa yang digunakan bukan secara umum, beberapa entri kata yang masih tersisah dan masih digunakan sebagai bahasa pinjama). Seperti beberapa contoh kata ini
Beberapa contoh Kata serapan Melayu Ambon dari Eropa antara lain:
Bandera(bendera): Bandeira (Portugal)
Ose/Os (kamu) : Voce/Os (Portugal)
Pai (ayah) : Pai (Portugal)
Mai (ibu) : Mai (Portugal
Galojo (rakus) : Guloso (Portugal)
Kadera (kursi) : Cadeira (Portugal)
Kapitein (Belanda)/ Capitao (Portugal)
Marinyo (penyuluh) : Meirinho (Portugal)
Patatas (kentang) : Batatas (Portugal))
Kasbi (singkong) : Cassava (Portugal)
Testa (dahi) : Testa (Portugal)
Par (untuk) : Para (Portugal)
Marsegu (kelelawar) : Morcego (Portugal)
Gargantang (tenggorokan) : Garganta (Portugal)
Kintal (pekarangan) : Quintal (Portugal)
Konyadu (ipar) : Cunhado (Portugal)
Capeo topi
Capatu sepetu
kadera (Ambon) = cadeira (Portugis.)
kawalo (Ambon) = cavalo (Portugis.) = kuda
panada (Ambon) = panada (Portugis.) = roti isi
tuturuga (ambo) = tartaruga (Portugis.) = penyu
tempo (tempo)
Bahasa Melayu sebagai gua franca daerah semenanjung Melaka (Malaysia), Sumatera dan pulau-pulau lainya, yaitu bahasa Melayu sudah tentu dipelajari untuk berhubungan dalam hal perdagangan mahupun sebagai bahasa sehari-hari untuk berkomunikasi dengan orang-orang pribumi di Nusantara. Pada saat orang-orang Portugis sampai di Maluku, tepatnya di Pulau Ambon lingua faranca inipun ditemui di Pulau Ambon yang masyarakatnya mengunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi. Sementara bahasa daerah (bahasa tanah) yang digunakan di Maluku terlampau berbeda untuk dapat digunakan sebagai bahasa perantara dan dapat dikara bahwa pemasukan ide baru, baik dalam hal agama, perdagangan tidak terkecuali juga bahasa.
Pigafetta dalam buku catatanya telah membuat satu daftar kata Melayu-Italia, walaupun ejan dari kata-kata Indoensia telah menggambarkan pengaruh suatu dialek local, namun dapat disimpulkan taraf hubungan antara pendatang dan politik dalam hubungan ini terutama terdapat dalam perdagangan dan politi local agama dan kehidupan sehari-hari.sementara komunikasi antara raja-raja di Maluku dengan raja Portugis mengunakan bahasa Melayu kemudian oleh pihak portugis diterjemahkan kedalam bahasa portugis, tetapi surat menyurat antar raja pribumi dengan raja protugis diganti dengan bahasa Portugis mungkin karena Portugis telah menjadi penguasa tunggal pada saat itu. Dapat diduga hal ini karena orang Portugis berusaha untuk mengajar bahasa mereka dan karena sistim fonetik bahasa Portugis tidak terlalu sulit untuk dipelajari oleh orang-orang pribumi Maluku

Bahasa Portugis, sekitar tahun 1540 dan selanjutnya telah umum digunakan di kota Malaka, Goa, dan juga Maluku yang menjadi bahasa pengantar bagi bolongan atasan, sipil,militer, pedangan. Para sultan di Maluku dan raja-raja di Pulau Ambon (Hitu) yang melawat ke Malaka dalam berhubungan dengan benteng portugis mengunakan bahasa Portugis, dalam dokumen-dokumen portugis sultan hairun (Sultan Ternate) disebut sebagai seorang ahli bahasa dan sastra Portugis. Pengaruh bahasa Portugis terhadap masyrakat Maluku waktu itu sehinga membuat banyak pemebendaharan kata dalam bahasa portugis kedalam bahasa Melayu Ambon, Conto diatas

Pengaruh kembudayaan yang masih tersa bagi orang Maluku saat ini selain adanya benteng-benteng peningalan bangsa Portugis di Maluku, pengaruh pertugis lainnya adalah dengan adanya nama-nama keluarga atau lebih lajim sebutan orang Ambon fam yang berasal dari portugis yang dapat kita temui di tengah-tengah masyarakat Maluku seperti Costa, de Fretes, Pareira, da Silva, dan sebagainya. Pengaruh Portugis ini disebabkan karena kebijakan politik yang bangsa Portugis untuk mengekalkan kedudukannya di Maluku, dimana para pedagang dari Portugis harus beristrikan orang pribumi, demikian pula denagn gelar kebangsawan yang digunakan oleh pemuka-pemuka pribumi seperti gelar Dom telah diberikan sejak tahun1512 oleh Fransisco Serrao kepada Jamilu salah seorang dari empat perda hitu, pemberian gelar ini adalah prerogative Raja Portugis dan hak pemakaian langsung dari keturunan seorang raja.

Satu golongan yang mempunyai kedudukan yang kuat sebagai perdangang dari Bangsa Portugis adalah orang kaya, walaupun Portugis berusaha untuk mendapatkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku, namun saudagar-saudagar dari daerah lain masi tetap datang berdagang dimana kebun rempah-rempah sudah melusa keberbagai daerah dan tidak terbatas hak milik tanah oleh raja saja. Kedudukan angota-angota negeri yang mempunyai tanah dan dapat memperdagangkan hasil kebunnya dengan untuk yang banyak, kelompok-kelompok orang kaya ini kemungkinan bermunculan pada waktu berdatangan saudagar-saudagar dari Jambi,Malaka dan Jawa yang tiba diperairan Maluku, Golongan ini pertama kalinya terdapat di Banda dan tidak termasuk dalam hirarki susunan adat. Namun, lambat laun mereka mulai memegang peranan sebagai pemuka Masyarakat walaupun tetap membayar upeti kepada Raja.
Pengijilan yang dilakukan padri-padri yang langsung hidup di tengah-tengah masyarakat telah meyebarkan agama Kristen Katolik kepada masyarakat Maluku walaupun agama Kristen Katolik dalam kekuasan Belanda secara sistematis diganti dengan penginjilan agama Kristen protestan, walapun demikian ritual-ritual agama Katolik masi bersisa dalam tata cara Protestan. Pada waktu Franciscus Xavir berada di Malaka, menjelang keberangkatanya ke Maluku dalam tahun 1546 ia telah merasa untuk keperluan terjemahan ajaran-ajaran Katolik ke dalam bahasa Melayu untuk mempermudah penyebaran agamanya. Semetara peningalan Portugis lain yang masi terjaga dalam masyarkat Maluku seperti paikan (pakain adat), musik dan kesenian lainya perubahan dalam pakain ternyata dari kata-kata sapatu, cinela, kalsong.. tarian yang masih terisa seperi tarain polones, wals, quadrille, dan polka, kemungkina tarian-tarian ini masuk Indonesia pada abad ke-19 tetap tarian ini disebut portugis. Tarian-tarian ini dibawa oleh pelaut-pelaut Portugis yang masuk ke Maluku



Tidak ada komentar: