Senin, 21 Desember 2009

AKU TITIPKAN BAHASA INDAH PADAMU

sekadar lamunan buat tarian mata dari tarian jari mengetik aksra bukan untuk menunjuk apatah lagi
membangakan tentang sesuatu yang menjadi coretan di catit buat tatapan..


Rasa yang dalam dari bagian akalmu Atas realita kehidupan yang fana,
penuh akan cucuran air mata Yang akan menghancurkan batu karang
sekalipun...Gelisahmu insan beradab Menyaksikan aliran air ke hulu,
mustahil alam untuk mengatakan itu Hanya getaran jiwamu yang akan
menjawab Atas seribu bahasa kemunafikan yang sekecil pasir pun akan
diperhitungkan Sebagai imbalan dari pekerjaanmu.

Untukmu dunia berkata Sekian lama alam menyaksikan atasmu
sebagai rohmu yang kau larikan dari raga yang kau usik.
Dengan itu Cermin pun akan retak melihatmu, buatlah pelita untuk
dunia gelapmu. Seakan-akan berada di atas sang surya Raihlah dan
rasukkan dalam pancaran sinarmu Agar urat nadimu turu dan larut
Bersamaan dengan hembusan napasmu, Dengan aroma jalur hidupmu Kini dan kelak.

terang............?
Sudah satu minggu rasanya kejadian itu berlalu, dalam perenunganku yang tajam dan tanpa henti mohon pada Tuhan, biarlah aku diamkan, karena engkau masih "bugil" dan belum tau gaun indah hidup setelah mandi suci.

Ketika cercaanmu bergemuruh tempoh hari, aku hanya menjadi manusia penitip makna pada bahasa dan nurani. Aku takut, topan menerjang lebih pilu dan lebih bermusibah, sehingga tak mampu menatap wajahmu yang terpelihara puisi-puisi kata itu.
Tapi, angin laut petang itu tetap saja membawa gemuruh, sekalipun aku berbahasa indah berperadaban datang. Duhai, aku sangka kata-kata dalam puisimu semanis budayamu! Tapi tidak! Sekali lagi jawabannya, mungkin engkau masih sedang "bugil"
Apa makna bahasa dalam puismu? Hanya helain rambut yang tidak berkepala, ingin dikenal dunia tanpa ada makna. Apa artinya engkau pemuisi? Apakah menjadi pengotbah di mihrab langit saja? Atau ingin menjadi nabi pembela laut untuk tidak terbelah. Atau apa?
Kemarilah, selagi langit masih berbintang dan selagi malam masih berembulan aku ajak kau berdandan bahasa dengan maknanya, karena aku ingin melihat wajahmu sempurna seperti puisimu itu.
Kini, baru dari ke jauhan aku titip bahasa indah padamu, kutiplah maknanya wahai sang pemuisi yang "bugil"

Tidak ada komentar: